Rabu, 20 April 2016

GN. BATU JONGGOL DAN CURUG CIBENGANG



           

        Maafkanlah apabila jiwa raga ini masih seperti anak kecil yang selalu kabur jikalau merasakan penat yang berlebihan, hingga pekatpun tak mampu terhapuskan dengan satu tiupan angin saja. Kabut dipagi itu menyegarkan lara dengan suara-suara hempasan penuh hentakan yang membangunkan nyali yang sempat menciut, tenggelam dalam bayang maut yang menghampiri dikesetiap hariannya, tanpa ada tongkat penyangga untuk berdirinya jiwa ini. Apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang anak adam yang selalu ada dipinggir jurang? Menanti kematian yang entah kapan terjadi atau mencoba mengakhiri takdir? Beruntunglah ia menemukan sosok malaikat dunia yang Tuhan kirimkan saat itu, yang mampu memberikan kebangkitan lagi.
           
            Ohm    : “Mau ikut ke Gunung Batu yang di Jonggol ngga?”
            Nde     : “Kapan emangnya A?”
            Ohm    : “Tanggal 26 Maret, nah tanggal 27nya ke Stone Garden yang di Padalarang”
            Nde     : “Disananya mau ngecamp apa cuma nanjak doang A?”
            Ohm    : “Tektok doang sih, tapi gimana ntar deh, mau bawa dulu aja tenda sama                               kompor mah takutnya ngedadak mau ngecamp gitu?”
            Nde     : “Emangnya berapa orang yang ikut A?”
            Ohm    : “Kurang lebih 6 orang sih”
            Nde     : “Pengen atuh ikut, soalnya Nde belum pernah kesana sih, pengen tau juga.                           Berarti Nde ikut nebeng dong?”
            Ohm    : “Iyah nebeng sama Aa aja”
            Nde     : “Okey deh. Emangnya mau pada berangkat jam berapa A?”
            Ohm    : “Jam 8 pagi. Nde berangkat dari Bogornya nyubuh aja!”
            Nde     : “Ouh iyah Insya Allah A”
            Waktu yang ditunggupun telah tiba, barang-barang yang sudah disiapkan dari semalam ku taruh didalam lemari agar teman-teman tidak curiga jika aku akan keluar untuk main besok, soalnya kalau dikasih tau terlebih dahulu ditakutinnya engga jadi, terus mereka bakalan banyak nanya, dan itu yang membuat aku malas menjawab pertanyaannya, kadang mereka terlalu kepo.
            Pagi itu terlihat mendung, bangun dari tidurpun terlihat bermalas-malasan, ditambah dinginnya kala kabut itu membuatku tak ingin beranjak dari tempat tidur. Apalagi ketika memadu kasih dengan literan air yang membuatku kaku, semua terkesan asal-asalan demi mempercepat gerakan membalut tubuh dengan sehelai handuk. Dengan tubuh yang agak bergetar kedinginan, aku menyuapkan beberapa sendok makan kedalam mulutku meski sebenarnya perut ini menolak untuk dimasuki makanan, jika tak kulakukan mungkin angin pagi akan menerobos tulangku hingga membuatku terkapar tak berdaya, dan itu tak ingin terjadi.
            Ohm    : “Itu udah nyampe mana?”
            Nde     : “Masih diangkot, bentar lagi nyampe Ciawi ko A”
            Ohm    : “Buruanlah ke si amangnya gitu, ini udah pada kumpul semua”
            Nde     : “Iya atuh mana bisa Aa, ngaco? Eh bawa helm dua yah A!”
            Ohm    : “Okey, ditungguin didepan Istana Cipanas yah! Yang laen mah udah pada                           nunggu di Asten dari tadi”

            Pukul 10 pagi aku baru sampai di Cipanas, ketika turun dari bis dengan segera aku menghampiri A Ohm yang sudah menunggu sedari tadi dan langsung memberikan salam serta meminta maaf atas keterlambatanku yang dikarenakan adanya sistem buka tutup jalan yang sudah biasa diadakan didaerah puncak Bogor.
            Tanpa basa-basi kitapun menuju tempat perkumpulan di Asten (Asrama Tentara) tepatnya di bundaran Hypermart Cianjur. Dengan perasaan tak menentu takut diomelin teman-teman A Ohm yang sudah menungguku terlalu lama. Benar saja, sesampainya disana aku langsung dicibir dengan candaan yang membuatku harus meminta maaf berulang-ulang.
Ohm                : “Sorry telat, nunggu yang dari Bogor yeuh lama”
Teman-teman  : “Pantesan lama, yang dibawanya cewe”
Nde                 : “Ihh maaf yah A tadi ada penutupan jalan pukul 8, biasanya pukul 9                                     ditutupnya. Kalau ditutupnya jam 9 udah nyampe dari tadi juga”
Ohm                : “Biasa cewe mah medicure pedicure hela”
Nde                 : “Ihh apahan sih A ngga juga yey, udah tau macet total namanya juga hari                             weekend”
            “Nunggu dari jam 7pagi nih disini, eh tau-taunya baru kumpul semua jam 10” keluh seorang laki-laki yang berkaos hitam pendek itu. Dan aku baru sadar, ternyata aku perempuannya seorang diri, edaaaaaaaassss aku kira bakalan ada cewe lagi yang ngikut, tapi tak apalah aku lebih suka hal seperti ini. Menunggu satu teman lagi yang belum datang, hingga akhirnya beberapa menit terlewati orang yang ditunggu-tunggu pun tiba juga ditempat. Tak lama dari itu kitapun langsung berangkat menuju Gunung Batu Jonggol dengan menggunakan kendaraan motor yang masing-masing ditumpangi 2orang, seluruhnya ada 4 buah sepeda motor.
            Belum setengah perjalanan, baru aja berangkat tak jauh dari tempat kita berkumpul, motor yang aku dan A Ohm tumpangi mengalami kebocoran ban, alhasil kitapun mencari bengkel untuk memperbaikinya. A Ohm pun langsung memberitahu teman-temannya yang sudah jauh disana via telpon “Nyampe mana eta? Ohm lagi dibengkel, ban bocor” Jawaban suara dari salah satu teman nya diseberang sana “Hadeeuuuuuhh.. Aya-aya wae, oke ditungguan disisi jalan weh”.
            ±15menit kemudian, perbaikan ban sudah usai. Kitapun langsung menyusul teman-teman yang sudah jauh disana, diperjalanan menyusul teman-teman kita melihat dari jarak jauh ada segerombol orang-orang berada ditengah jalan seperti menahan kita untuk melewati jalan tersebut, ditambah lagi jalan saat itu sangat sepi, hanya pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dipinggir jalannya. Ada apa? Saat kita mulai terperangah ternyata mereka itulah teman-teman kita, hahaha ada-ada saja mereka ini, dimaklum namanya juga mantan anak STM yang suka nahan mobil-mobil besar atau semacam truck hanya untuk dijadikan tumpangan gratis, iya tindakan mereka pada kami baru saja itu seperti membuat mereka mengingat dan melakukan kejadian beberapa tahun yang lalu saat dimana mereka masih duduk dibangku putih abu.
            “Matakan mandi atuh Ohm” ucap salah seorang temannya “Huuh tah nu dibelakang Ohm nu ngga mandi mah euy, jadi aya weh kendalana teh” kata A Ohm melemparkan kalimat sindiran padaku “Aihh? Nde mah mandi, Aa weh yang ngga mandi huh..” jawabku yang tak mau dipersalahkan.
            “Pasti dipuncak macet total yah A? Abisnya pada pindah lewat Jonggol, jadi macet juga kan ini jalan, hadeuuuhhh.. Ditambah ada perbaikan jalan lagi” keluhku “Iya begitulah” jawab A Ohm. Perjalanan yang cukup lumayan jauh yang diawali berangkat dari pukul ±10.30. Adzan dzuhurpun telah berkumandang dengan manisnya, kita pun berhenti di Masjid Agung Jonggol kurang lebih pukul 1 siang untuk melaksanakan kewajiban. Sambil menunggu lainnya yang belum selesai shalat, akupun berkenalan dengan teman-teman A Ohm, iyah tak kenal maka tak sayang begitulah peribahasa yang aku dapat dari zaman sekolah hahaha please deh jangan anggap ini modus yah hehe.. “Dani” ucap laki-laki berkaos putih berlengan hijau yang duduk disebelahku “Ahh si Doyok etamah” jawab seseorang yang bernama panggilan Bacim itu, semua tertawa dibawah pohon besar nan rindang yang memayungi kita dari terik matahari kala itu. “Yang ini pasti Boheng yah namanya?” tanyaku pada laki-laki berkaos hitam bergambar wajah itu “Naha tau?” tanyanya balik. “Kan Aa yang terakhir dateng, yang ditunggu-tunggu paling lama hihi” jawabku “Hahaha berasa artis deuh, cepet kenalnya deh” katanya dengan begitu pede. Ingat tak ingat aku dengan nama-nama yang sudah mereka sebutkan satu persatu, mungkin dengan berjalannya waktu aku bisa hapal nama mereka dengan jasadnya.
            Setelah selesai beribadah kita menuju Warung Nasi (Warnas) sederhana yang berada diseberang masjid, dengan modal patungan yang seadanya hahaha. Begitu sangat mengasyikan, canda tawa yang tak ada batasnya itu melumpuh totalkan ingatan yang membuat penat, membungkam cerita klasik yang selalu membunuh saraf, aku merasakan bak terbangunkan dari ikatan mati suri.
            Sebenarnya kita semua ini ngga ada yang tau jalan menuju ke Gunung Batu itu, hanya lupa-lupa ingat arah menujunya, namun dengan keberanian A Ohm untuk bertanya pada orang-orang dari mulai penduduk sekitar sampe tukang dagang gorengan dipinggir jalan, “Awas mang hati-hati ditanya-tanya sama si Ohm mah, ntar teh tungtungnya mah minta bubuk gorengan” canda teman-temannya. Hihihi ada-ada saja mereka ini. Akhirnya kita bisa sampai juga di kaki Gunung Batu, iya wajiblah ia seperti itu yang harus bertanggung jawab segalanya, orang dia yang mulai ngajak trecking, hihihi..
            “Kalau nanjak jam segini, ditakutinnya kita bakalan turun malem, ntar pulangnya bakal kemaleman, takut ada apa-apa dijalan” tutur A Ohm. Jam tanganpun menunjukan pukul 4sore “Tapi sayang kalau kita ngga nanjak ke Gunung Batu A” kataku “Iyah Ohm, udah jauh-jauh masa ngga nanjak” tembal A Bacim. “Jadi kesepakatannya mau gimana?” tanya A Ohm. Tak ada yang menjawab dengan jawaban yang pasti, semua dialunkan dengan perasaan terserah, meski lara menjawab untuk singgah dipuncaknya. “Yaudah, sekarang kita ke curugnya aja dulu, besok pagi kita bisa nanjak kesana.” Ucap A Ohm dengan tegas. Kitapun menuju curug yang dimaksud, meski sebenarnya tidak tau dimana tempatnya, dan lagi-lagi dengan beraninya kita bertanya pada orang-orang sekitar.
            Jalan yang sempit, berliku-liku dan penuh bebatuan, kita terobos sampai habis, demi sampai ditempat tujuan. Juru parkir yang sekaligus merangkap menjadi penjaga loket Curug Cibengang itupun mendekati kita, bernegosiasi dalam hal pembayaran parkir serta tiket masuk, dan akhirnya oke fix dengan harga sedikit miring. Kitapun memasuki kawasan Curug Cibengang dengan melewati arus sungai yang deras, pesawahan yang hijau, sampai dengan perkebunan yang sedikit lembab. Akhirnya kita sampai di Curug Cibengang dengan suhu yang beraroma menyegarkan “Mandi moal euy?” tanya A Gunawan, yang aku panggil dengan sebutan A Gugun agar lebih mempersingkat kata hihi “Hayu hayu hayu mandi..” jawab yang lainnya sambil asyik berfoto ria, tetapi malah menghiraukan ajakannya, sampai tidak jadinya mandi. Bercengkrama dengan alam sambil berfoto bersama adalah hal dimana memorian ini entah akan terjadi lagi atau tidak, aku berharap bisa terulang lagi dengan nuansa yang berbeda.
            Hari beranjak sore, semakin larut dalam gelap, dengan rasa terpaksa meninggalkan tempat yang penuh kesejukan itu, berjalan dengan kaki kosong, namun terasa terlepaskan dari jeritan kaum derita yang memupuk didalam jiwa, mereka berhamburan mengikuti arus air yang deras itu dan mengatakan selamat tinggal pada jiwa yang seakan kembali murni ini.
            Hujan rintik-rintik mulai mengguyur, kitapun berteduh disebuah warung gubuk sambil bercerita dan menikmati beberapa gelas kopi panas sembari mendengarkan alunan musik dari sebuah handphone. A Gugun yang terkesan sangat menikmati aura keindahan disekitar dengan balutan sarung ditubuhnya sangat begitu terlihat nyaman sekali.
            “Malem ini kita nginep dirumahnya pak RT, yang punya warung ini” ujar A Ohm. “Buat uang tumpangannya gimana Ohm?” tanya A Doyok. “Itu gampanglah, kita bisa patungan ceban ewang” jawabnya dengan mudah. “Tapi sorry lur, saya ngga bisa ikut nginep” tembal A Sandi. “Loh kenapa?” tanya A Ohm “Udah di sms sama pamajikan euy, ngga bisa nginep deuh” ucap A Sandi. “Mun si Sandi balik, ngke si Gunawan jeung saha?” ucap A Doyok “Ehh heehnya. Palingan sajok tiluan? Kata A Dolet. “Euh hese uulinannya ari udah punya pamajikan teh, yaudah karunya atuh pamajikannya ngga ada yang nemenin pas tidur” kata A Ohm sekenanya. ”Yaudah atuh saya pamit dulu ahh, makasih euy buat semuanya” kata A Sandi “Okesip San, kade weh dijalanna euy, ieu tereh maghrib soalna” jawab A Ohm. Kita pun berjabat tangan semuanya tanda perpisahan dengan A Sandi meski sebenarnya tak ingin ia pulang dengan cepatnya.
            “Ini akang-akang teh mau pada diterusin kemana?” penjaga parkir itu menghampiri kita “Besok pagi teh mau lanjut nanjak ke Gunung Batu, sekarang mah mau nginep dulu dirumah pak RT kang” jawab A Ohm. “Ouh kalau gitu mah mending dirumah saudara saya aja, soalnya yang punya nya lagi keluar kota, jadi tempatnya kosong, lumayanlah buat nginep semalem mah, bisa simpen motor didalem juga, kalau di pak RT mah motornya disimpen diluar takut ada apa-apa kang” jelasnya. Kita pun berpikir sejenak, bermusyawarah terlebih dahulu bersama penjaga parkir dan pak RT yang sudah menawarkan tempatnya lebih awal, dan akhirnya kitapun menginap ditempat siamang juru parkir tersebut.
            Jalan untuk menempuh rumah sewaan itu lumayan sedikit curam, dimana kita harus berhati-hati dalam membawa kendaraan. Nahloh, kalau dipikir-pikir yah kita itu kan mau nanjak harusnya kan ngecamp, pasang tenda atau apalah gitu yah berbau peralatan pegunungan, lah ini mah malah jadi sewa rumah hahaha terkesan konyol juga sih, tapi ini yang dinamakan pengalaman baru.
            Masjid yang berdiri disamping rumah sewaan kita begitu ramai dengan anak-anak yang melantunkan ayat-ayat suci al-quran ataupun gema shalawat, semoga dengan hanya mendengarnya saja aku bisa mendapatkan pahala dan mampu mengurangi dosa yang aku miliki disetiap waktunya. “Rame yeuh mun sabari maraen gapleh mah ieu teh” ucap A Boheng “Sok atuh gera beli hela kartuna” tembal A Dolet “Maenna ngke atuh mun udah bubaran nu ngaraji eta barudak dimasjid, bisi kagandengan” kata A Ohm “Heeh Ohm, tungguan weh urang ek beli hela sakalian mau beli mie” jawab A Bacim.
            Malam minggu, maen gapleh, ngumpul sama laki-laki, nginep dirumah orang yang sebelumnya ngga kenal, dipikir-pikir ini cewe yang namanya Nde itu beranian amat yah orangnya? Aaazzzzzz.. Gini nih kalau cewe setengah feminim teh ya ampun? Dasar BoyngirL!
            Makan malam itu hanya dengan 4 bungkus mie untuk 7orang, edaaaaaaaaaaaasssss kerasa banget solidnya teh ya Allah, solid apa ngga ada modal ini teh? Hahaha beda-beda tipislah, yang kek gini nih yang suka bikin kangen teh sungguh berkesan sekali. “Bangunin A Dolet atuh A, buat makan dulu bareng-bareng” ucapku. Semenjak sampai di rumah sewaan A Dolet ini langsung tepar, langsung aja dikasih sleeping bag yang aku bawa didalam tas biar dia enakan tidurnya sampe-sampe ngga bangun-bangun, setelah digoyahkan dengan aroma mie baru deh dia bisa bangun, huhuhu dasar nih mancing buat bangunnya kek cara gini ternyata hihihi.
            Setelah berhenti sejenak untuk makan malem, kitapun lanjut bermain gapleh dengan asyiknya, canda tawa itu tidak menampakan rasa terpaksa, hal yang lucu disaat permainan ini berlangsung, apabila ada pemain yang kalah harus memakai helm. Hahaha apa-apaan coba ngga ada kerjaan bangetkan? Biasanya muka yang kalah main akan dilumuri bulao/pewarna tekstil, namun saat itu kita hanya memakai helm saja biar tidak mengeluarkan dana lagi hihihi..
            Pekat malam semakin larut, tawa girang tak ada henti-hentinya, mata lelah telah menampakkan pada wajah-wajah yang berkilauan karena minyak, tetapi mereka masih saja bermain dengan riangnya, seperti anak kecil yang lupa waktu, sesekali bergiliran dengan yang lainnya ketika lelah tak tertahankan itu telah menghampiri mata yang mulai mengantuk.
            Suara teriakan kemenangan ataupun jeritan kekalahan selalu saja membangunkan tidurku, terbangun dengan terpaksa lantas tidur kembali, ingin sekali rasanya mentari itu dengan cepat sinari bumi dipaginya hari, namun apalah daya malam gulita masih senang menyelimuti dunia dengan kesejukan yang ia berikan. Entah pukul berapa mereka mengakhiri permainan itu, ketika aku terbangun dan melihat jarum jam ditanganku waktu telah menunjukan pukul ±4 dini hari aku melihat semua orang sudah terlelap dan berada dalam mimpinya masing-masing. Aku dibangunkan oleh bising suara yang mematikan pendengaranku, suara yang tidak enak didengar itu begitu sangat dekat, saat aku mengubah posisi tidurku, berpaling kearah yang lainnya ternyata bising suara itu bersumber dari mulut A Ohm. Omaygos! Ingin sekali ku sumpal mulutnya yang menganga itu tapi aku tak berani, ku diamkan sejenak sambil ingin tak ingin menutup mulutnya, namun akhirnya ia terbangun dengan sendirinya dan langsung menatapku dengan malunya. Hahaha lucu juga yah liat A Ohm lagi tidur, apalagi dengan gaya tidur seperti itu xaxaxa. Udah gausah dibayangin! Shit men! Wkwkwk..
            “Ihh berisik tau si Aa mah ngorok” ujarku “Kamu ge ngorok huh” jawab A Ohm yang setengah sadar. Hah? Nde ngorok? Awalnya kaget sih pas dia bilang gitu. Masa iya sih? Perasaan aku mah ngga yey, ahh itumah alasan aja biar dianya ngga malu, jadi nyalahin Nde deh haha. “Capek yah A? Maen gapleh terus sih” candaku “Udah tidur ah tidur” suruh A Ohm dengan mata yang masih terlelap “Ihh udah jam 4 bentaran lagi juga mau subuh tau, harusnya jam segini itu mandi” jelasku. Pengennya sih gitu mandi, tapi kamar mandinya ngga nyaman banget, jadi males deuh buat mandinya.
            Pagi buta itu aku terbangun dengan semangatnya, entah kenapa, seakan ada pendorong yang membuat semangatku membara. Gema adzan subuhpun telah berkumandang, aku segera mengambil air wudhu dan langsung melaksanakan ibadah 2 rakaat itu. “Si teteh eta salah kiblatnya” ucap laki-laki yang memiliki rumah tersebut, iyah si amang penjaga parkir tersebut. “Ihh abi salah kiblat bukan? Berarti abi balikan lagi atuh?” tanyaku setelah beres shalat “Halaghsiah Nde” ucap A Boheng dengan suara menakut-nakutiku “Udah ngga apa-apa ngga usah balikan lagi da ngga tau ieuh” kata A Ohm.”Ihh lupa Nde teh” keluhku. “Udah ngga apa-apa eh” tembal A Ohm “Ngga ahh, mau balikan lagi aja, sok atuh imaman” ucapku penuh canda dengan melirik kearah A Ohm yang menutup setengah wajahnya pada bantal. A Ohm yang masih terlihat mengantuk, dengan tingkahnya yang memancarkan ogah-ogahan, membuatku menarik napas pendek.
            “A imaman yah” pintaku pada A Doyok yang baru saja selesai mengambil air wudhu. A Doyok pun sedikit kaget setelah mendengar pintaku, namun ia langsung menggelarkan sejadah didepan sejadahku. Kitapun melakukan shalat berjamaah berdua. Cciiiieeeee... Huussss!! Jangan mikir yang lain-lain, cuma sekedar imam dan makmum saja tidak lebih dari itu, dan anggap aja ade kaka sedang shalat barengan.
            Setelah melakukan shalat berjamaah, A Doyok pun pergi keluar rumah untuk membeli beberapa bungkus kopi, rokok dan nasi kuning, akupun mengikuti A Doyok dari belakang, untuk memberikan uang tambahan yang tertinggal. Diperjalanan menuju warung atau tempat yang berjualan nasi kuning itu kita berdua saling bertanya dan bercerita, dan tidak banyak juga aku mendapat beberapa ilmu yang dipetik dari A Doyok. “Duh nasi kuningnya belum jadi, paling agak siangan matengnya. Ada juga ini gorengan ubi” ucap si ibu penjaga warung itu. “Yaudalah ngga apa-apa, daripada ngga ada sama sekali” ujar A Doyok “Ini teh orang-orang yang nyewa rumah semalem dirumah sebelah situ yah?” tanya bapak warung itu “Iyah pak” jawab A Doyok. “Tadinya teh mau bapak suruh nginep ditempat ini aja, ada yang kosong juga, tapi udah keburu nginep disana yaudalah teu nanaon” kata bapak tua itu. Kita hanya tersenyum tipis saja, bingung juga mau jawab apa kalau pertanyaannya sudah mengakhiri seperti itu. Dan kitapun langsung pamit meninggalkan bapak dan ibu penjaga warung itu.
            “Sarapan paginya sama gorengan ubi, soalnya nasi kuningnya ngga ada belum mateng cenah, lama nunggunya. Udah weh beli yang ada” kataku “Wah mantep ini hitut teh bakal pibadageun jeung pibaueun” ucap A Boheng. Semua pun menyantapnya dengan ditemani segelas kopi panas dipagi hari.
            Bergegas menuju puncak Gunung Batu dipagi itu, dengan semangatnya kuhirup udara kala itu dalam-dalam, tak ada yang membuatku resah, semua sangat indah disuguhi sang mentari yang berseri-seri. Berjalan santai, sambil menikmati keindahan sekitar, dan bersyukur atas kebesaran yang telah ditunjukan olehNya.
            “Haduuuhhh.. Kumaha ieu teh sangkilang imah digunung ge maenya ngoprot kesang kitu Heng?” sindir A Bacim pada A Boheng “Teu kuat suku aingah deuh, hareudang deuih, kudu muka baju ieu mah” jawabnya. Bukan main, A Boheng langsung melepaskan baju yang ia kenakan, dan iapun kini telanjang dada. Omaygat! Udah kek dirumah sendiri aje bung? hihi.. Melihat A Boheng yang kelelahan, akupun langsung membawa tas gendong yang ia pakai, untuk meringankan bebannya. Bawa badan aja udah berat masa harus ditambah beban yang lainnya, kan kasian juga dia? Tau dia bakal kelelahan kek gini mungkin dari tadi aja aku yang pake tas gendong itu. “Kok Nde mah ngga keliatan keringetan yah?” tanya A Doyok. “Alhamdulillah sih A ngga terlalu capek, toh ini mah kan ngga terlalu tinggi juga gunungnya” ucapku dengan santai. “Ihh muni strong” kata A Boheng. Aku hanya terus berjalan, sesekali miris melihat A Boheng yang selalu beristirahat untuk duduk sejenak melepas lelah, ditambah lagi terlalu banyak minum. Dududu dasar A Boheng, masa kalah sama cewe kek Nde sih? Hihi.. Ahh da si Nde mah bukan cewe biasanya atuh wkwkwk.. Dasar deuh ada-ada aja.
            Sesampainya dipuncak aku merasa bersyukur sekali, semua orang terlihat bahagia, apalagi terpasang 2 tihang bendera dipuncak Gunung Batu ini, bendera merah putih berkibar dilangit yang biru, tertiup angin yang segar. Kitapun berpotret ria sampai menghabiskan memori handphone masing-masing. Hihi..
            Setelah puas bermain-main dipuncak, kitapun turun lagi kebawah, ditambah waktu yang semakin sempit, kita berencana pulang dengan jalur arah yang berbeda dari pemberangkatan awal, agar ada kesan menambah wawasan jalanan, entah arah jalan yang mana, yang kita tau informasinya yaitu kita akan menerobos dan keluar dari jalur Cipanas. Dengan rasa penasaran, terus saja kita menancap gas menyusuri jalanan, sesekali kita menanyakan arah pada orang-orang yang berada dipinggir jalan. Dan yang lebih membuatku takjub ternyata arah jalan ini ternyata banyak sekali wisata alamnya seperti beberapa curug yang belum pernah aku singgahi “Aaaaaaaaaaahhhhhhh jadi pengen dateng kesini lagi” jerit batinku. Banyak sekali wisatawan yang berkunjung ketempat ini. “Kapan-kapan kalau ada waktu dan rizkinya kita kesini lagi yah?” ajak A Ohm sambil mengendarai sepeda motornya. Aku hanya terkejut dan menganggukkan kepala saja, ternyata dia mendengar teriakan hatiku? Hahaha.. Konyol.
            Ada hal lucu dan unik saat berada diperjalanan menuju pulang, kendaraan motor yang aku dan A Ohm tumpangi memang tidak kuat jika harus berhadapan dengan tanjakan, nah kebetulan pada saat itu jalan yang harus kita lewati berupa tanjakan yang sedikit ekstrem, edaaaaaaaaaaasssss kebayang dong ini motor bakalan mundur lagi apa gimana? “Aa, Nde turun dulu jangan?” lagi-lagi kalimat tanya seperti itu berulang kali aku lontarkan ketika akan berhadapan dengan tanjakan yang diperkirakan ini motor bakalan ngga kuat jalannya. “Udah, jangan gausah” jawab A Ohm dengan beraninya. Ketika motor sudah kehabisan tenaga untungnya waktu itu ada 2 orang anak kecil lagi bawa gerobak sampah, mereka menolong kita dengan cara mendorong motor dari belakang, alhamdulillah ada yang bantuin, baik banget cuma sayangnya mereka malah minta uang buat jasanya. Hahaha dasar bocah lanang cilik, gimana aja nyari uang halal mah. Dan akupun dengan segera mengambil beberapa uang koin didalam tas selempangku untuk diberikan pada bocah-bocah cilik itu.
            Ditengah perjalanan, tepat pukul 12.00 siang sekaligus gema adzan dzuhur berkumandang, A Bacim menghentikan kendaraan motornya, ia terlihat sedikit kesakitan dibagian matanya. Akupun langsung mengambil obat tetes mata didalam tas A Ohm untuk diberikan pada A Bacim, namun sebelum itu aku meniup matanya terlebih dahulu agar kotoran atau debu yang singgah dimatanya bisa sedikit berkurang, dengan bantuan A Dolet yang menetesi obat mata pada A Bacim, akhirnya mata dan penglihatan A Bacim terasa sedikit nyaman. Kitapun melanjutkan perjalanan dengan formasi yang baru. Hahahay.. Kayak apa aja nih. Kini aku, A Doyok dan A Boheng satu motor, yang sebelumnya aku dan A Ohm satu jok, dikarenakan ada sedikit kendala. Beginilah resiko satu jok bertiga, bercerita dan bercanda membuat tawa tak ada henti-hentinya, entah itu sebuah cerita karangan ataupun cerita asli aku tak tau yang jelas mereka berdua ini membuat sesuatu yang tak ada habisnya untuk selalu tertawa girang disetiap perjalanan menuju pulang ini.
            “Udah ngga usah berhenti-berhenti Ohm, tancap gas weh biar cepet nyampe rumah urang. Ari udah nyampe rumah mah terserah rek kumaha-kumaha juga” Ucap A Boheng pada A Ohm yang terlihat akan berisitirahat terlebih dahulu dimasjid pinggir jalan. Perbedaan pendapat itu memang wajar terjadi pada sebuah kumpulan, hanya saja kadang-kadang dimana harus ada salah satu orang untuk mengalah agar tidak ada keributan yang berkepanjangan, jika mereka mampu menguasai ego nya masing-masing dan berpikir panjang.
            Yeach! Sampai juga dirumahnya A Boheng yang jalurnya ituloh extreme banget, bener-bener pedalaman, tapi enak juga sih rumahnya sederhana masih model rumah klasik, hawanya adem original disini, ngga kayak rumah-rumah model sekarang yang kalau pengen adem harus boros listrik. Dengan perut yang sedari tadi telah keroncongan, kitapun langsung menyantap nasi liwet yang sudah disediakan oleh keluarganya A Boheng, yummy!! Masakan sunda itu emang lebih ajib daripada makanan asing, ditambah lagi suasana dan tempat yang bener-bener khas sunda banget. Kalau tiap hari kek gini mantep nih, hidup sederhana dan banyak cinta. Berasa damai aja. Santai.
            A Doyok dan A Boheng terlihat asyik memainkan Playstation dengan permainan sepak bola, A Dolet yang menjadi supporter mericuhkan keadaan, ketika salah satu dari mereka ada yang kalah A Dolet dengan siap menggantikannya, aku dan A Ohm hanya menjadi pendengar setia teriakan kemenangan mereka, karena kami terlalu sibuk membicarakan sesuatu yang serius hanya dengan empat mata saja. Ehh!! Jangan mikir yang lain-lain dulu!! Aku memetik buah dari ilmu yang ia berikan padaku dan beberapa saran yang harus bisa aku cerna. A Bacim dan A Gugun sudah pulang sedari tadi setelah makan nasi liwet selesai, karena ada kepentingan yang tidak bisa dinanti-nantikan, karena ada undangan yang harus ia hadiri hari itu juga. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaa” teriak A Boheng sambil memukul pelan kakiku dan membuat aku dan A Ohm terkaget dan terperanjat bukan main, mungkin karena mereka melihat kita terlalu berbicara serius atau entah apalah, aku hanya terpelongo melihat aksi mereka yang seperti merayakan kemenangan dan kekalahan. Haduh mengganggu saja hahaha.
            Tak terasa, tabuh adzan maghrib telah menyapa dunia. “Ayok shalat dulu A, imaman” suruhku sambil bergegas pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu “Kode nih?” tanya A Ohm “Iyah kode keras, eh?” bisikku. Akupun langsung menggelar sejadah dan mengenakan mukena, A Ohm pun langsung mengimami shalat maghrib saat itu. Setelah selesai kitapun langsung bergegas untuk pamit pulang pada keluarga A Boheng dan sangat berterimakasih sekali atas suguhan yang telah disajikan meski dengan seadanya tetapi memuaskan hihi.. A Boheng pun pamit pada ibundanya karena harus pergi lagi ke Jakarta untuk kembali bekerja esok hari, begitu sangat mengharukan ketika doa yang ibunda panjatkan untuk A Boheng sebelum ia pergi, baru kali ini aku melihat sesuatu yang mengagungkan dari seorang ibu, cahaya yang ia pancarkan untuk anak bungsu laki-lakinya itu, namun kapan aku bisa merasakan hal semacam itu? Kadang aku hanya mampu berharap suatu keajaiban akan datang menghampiriku seperti layaknya mereka yang terlihat bahagia.

TAMAT

Mau tau hasil jeprat-jepretnya?

Mau tau hasil kreatif video nya?
Please, check it out for watching this video

Terimakasih sudah membaca dan melihat foto-foto absurd saya hehe..