Sabtu, 30 Januari 2016

Karya Puisiku 192



Terlagi-lagi digilakan oleh bayang semu
Menangis dengan memori kabut
Tertawa tanpa pikiran yang jelas
Benang semraut terputus dalam tetesan air mata

Terbakar api memori
Mulutpun seakan terbungkam
Tak berkutik sekecil kotoran kuku
Jerit tak bersuara menyanyat rongga

Melupakan sukar lupa
Teringat membuat gila otak
Menusuk seakan ingin memperbaiki
Namun waktu tak mungkin berulang kembali

Malu, menggetirkan diri
Tutup mata
Tak melihat jiwa manusia yang menertawakan
Semakin merapat
Bayang kelam itu mendekati

Takuti semua keberanian yang terkubur
Pembongkaran telah sirna
Bulatan spi kecil menghiasi pecahan kaca
Melukai hati manusia yang tak mengerti rangkaian kalimat

Karya Puisiku 191



Sudah lama tak meluapkan sebuah amarah
Karena pernah berjanji takan mengulang kembali
Namun kali ini semua telah memuncak
Inginkan meledakkan kekesalan batin
Tak sanggup menahan lebih lama lagi

Haruskah jerit batin ini ku ledakkan
Dengan banjir tangisan memelas?
Seperti pecundang kelas kakap
Jika berlari dari kenyataan
Dan tak mampu memecahkan problema

Maafkan jika butiran itu ditelan mentah lagi
Saat saraf-saraf terputus perlahan dan pasti
Terlihat seolah gila atas pemaksaan
Bercampur dengan cairan hitam encer
Dan menghirup asap kematian yang melegakan

Hanya jiwa yang sudah lelah dengan semua
Seakan bedebah-bedebah itu berkeliaran diotak
Berlantunkan nyanyian iblis yang menari-nari
Tersenyum sinis menatap dunia
Kini berpaling dari hidup yang penuh pro dan kontra

Mulai bosan dengan lirihan misteri dunia
Yang berteriak keras didasar neraka
Bantu bangkitkan atau hempaskan jiwa ini
Keperut bumi yang paling dalam
Sampai tak sadarkan dan mati tenggelam

Karya Puisiku 190



Cetakan neraka telah mengantri
Berbaris dijalur laknat
Menebus dosa yang waktu telah habis
Jeritan penyesalan tak mampu pulang

Melewati batas kesucian
Terdaftar dibuku kematian hina
Ampunan diabaikan
Isak lirih menggetarkan dada

Tak bosannya menjadi peraba
Peluh dingin merebak nyata
Semakin merasa dan menguat
Lupa akan baris balasan

Bagaimana menarik perhatian
Agar mampu termaafkan
Jika terus melakukan kesalahan yang sama
Dilubang kehinaan yang manis

Bedebah!
Semua terelasasikan sampai habis
Hingga kepuasan itu terbesit senyum lirih
Dengan pelukan hangat cahaya neraka

Terbuang dalam kearoganan
Menapak kaki mencari bahu
Bersandar dalam dinding kusam
Muntahkan semua dera hingga jera