Decak
kagum yang ironi
Menumbuhkan
tanda tanya
Kenapa
memilih yang sementara
Tak
tertarik kah untuk memiliki selamanya?
Apa
yang harus dijawab
Ketika
si lisan menatap mata yang tak berdosa
Mengangkat
kedua tangan
Seraya
berkata “Maaf jiwa ini sempat menyukainya”
Tangis
terdengar kala restu tak terucap
Bahkan
batin hanya memasang wajah kebingungan
Entah
harus bagaimana lagi
Luka
ini mungkin terabaikan
Sebodo
amat dengan dunia yang mencerca
Setidaknya
tahu benar
Mana
bahagia yang ingin dinikmati