Jumat, 07 Agustus 2015

Karya Puisiku 116



Disini terpaksa ku pasang topeng
Sengaja kulakukan tuk menutupi hal
Menghindari sebuah pertengkaran
Dan bungkam setelah cacian

Menatap samar bening kaca
Entah apa yang terjadi didepanku
Ironis dalam kehidupan
Melangkahpun terasa berat

Dukungan apa yang kudapati
Bicara ataupun diam
Tetap sama, diacuhkan
Tak apalah..
Jadikan modal untuk sebuah kebahagiaan

Karya Puisiku 115



Ini memang tanda kesirikan
Namun jika pemimpin yang menunjuk
Apa boleh buat?
Tapi ini bukan, ia menawarkan diri

Manusia mana yang rela
Hanya bisa memendam hati
Meluapkanpun, tak berani
Menjauhkan dari kericuhan

Semua sudah terjadi
Berlalu begitu cepat
Seakan menghilangkan jejak
Ia acuh, dan kami benci

Tanpa berkata sedikitpun
Memalingkan muka
Dengan raut wajah datar
Seraya hati berkata
“seperti itu caramu?”

Lihat kau lihat waktu
Semua akan persetan pada waktunya
Dihantui sosok karma
Menghampiri dalam mimpi burukmu

Karya Puisiku 114



Gejolak kemunafikan
Yang dirasa membahayakan kehidupan
Benci untuk terus memuja
Mengikuti alur sesat tak karuan

Jilat ludah yang kau lontarkan
Ambil kembali cacian itu
Persetan dengan hidupmu
Tak adanya jiwa konsistensi

Rasa kasihan masih kumiliki
Meski jujur ingin kubakar kesetananmu
Menampar kearoganan yang kau pupuk
Demi sebuah keharmonisan

Dasar penjilat ludah!
Sekali penjilat adalah pecundang
Saling mengingatkan
Malah menjadi seorang pemberontak

Karya Puisiku 113



Kewajaran, itulah namanya
Anak baru kemarin mengenal kenyataan dunia
Antara menerima dan menolak keadaan
Hanya mendahulukan nafsu emosi dan amarah

Wajah lusuh penuh kebencian
Raut tua akan kelicikan
Mengalihkan pandangan gila
Demi satu langkah kebaikan dihari esok

Diam tanda marah
Meluapkanpun hanya sia-sia
Malah membunuh diri sendiri
Simpan benih kekesalan
Dan buang menjelma feses

Apalagi yang harus dikata
Daripada salah melangkah
Lebih baik berhenti sejenak
Dan berdiri melihat arah belakang
Sampai kedepan

Karya Puisiku 112



Doa dan usaha memang wajib
Tatkala rasa bosan itu menghampiri
Hanya mampu berdiam diri
Tanpa melakukan sesuatu hal

Membungkam cerita kelam
Dalam sebuah memory rusak
Tak ingin menggali masa lalu lagi
Lupakan dan lempar jauh kebawah

Ku kubur semua kebencian
Meluapkan pada selembar kertas dan pena
Menjadi saksi bisu yang nyata
Tersenyum dengan kebingungan

Ah! Hatiku masih merasa risau
Ajak aku ke tempat teduh
Dimana kesunyian adlah puncaknya
Mungkin ku mampu menyiram gejolak api