A. Komunikasi Terapeutik Pada
Anak
1)
Pengertian
a.
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting
dalam menjaga hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat
memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang
selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan
keperawatan.
b.
Komunikasi terapeutik pada anak adalah komunikasi yang
dilakukan antara perawat dan klien (anak), yang direncanakan secara sadar ,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan anak.
2)
Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh
kembang, antara lain :
1.
Usia Bayi (0-1 tahun)
Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah
dengan melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi
yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non
verbal. Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi
untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan
berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi
tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu
untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai
melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala
pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah
mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain. Pada
bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya, mampu
melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama bayi
sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara
komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non
verbal dengan tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan
lain-lain
2.
Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan
dengan perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami
kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih
terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah
mampu menguasai sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti
mengapa, apa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya
sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi,
kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah
karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut
terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum
fasih dalam berbicara (Behrman, 1996).
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan
adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan
pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan
nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan
pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti
kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan
mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita
dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri
dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat
dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan
persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak,
bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas,
menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si
saat melakukan komunikasi.
3.
Usia Sekolah (5-11 tahun)
Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai
dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang
besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan
kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah
mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini
adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu
menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat
ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini
keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat
tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari
sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab
ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.
4.
Usia Remaja (11-18 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan
dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara
konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali
merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada
usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi
konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah
berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan
yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi
mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam
bersikap dewasa.
3)
Tujuan Komunikasi Terapeutik
pada Anak
Adapun tujuan yang diharapkan dalam melakukan
komunikasi terapeutik pada anak adalah :
1.
Membantu anak untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
klien percaya pada hal- hal yang diperlukan.
2.
Mengurangi keraguan , membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3.
Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik dan dirinya
sendiri.
4)
Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik pada Anak
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl
Rogers, seperti :
1.
Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
menghayati,memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2.
Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima
percaya,dan menghargai.
3.
Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang
dianut oleh klien
4.
Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien
baik fisik maupun mental.
5.
Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan
klien bebas berkembang tanpa rasa takut.
6.
Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan
klien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah - masalah yang
dihadapi.
7.
Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara
bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan ,maupun frustasi.
8.
Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
9.
Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang
terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
10.
Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar
hubungan komunikasi terapeutik.
11.
Mampu berperan sebagai role model.
12.
Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di
anggap mengganggu.
13.
Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang
lain secara manusiawi.
14.
Berpegang pada etika.
15.
Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung
jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab
terhadap orang lain.
5)
Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik pada Anak
Seperti yang sudah dijelaskan
pasien anak merupakan individu yang unik, dalam melakukan komunikasi terapeutik
dengan pasien anak dibutuhkan teknik khusus agar hubungan yang dijalankan dapat
berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang anak.
1.
Teknik Verbal
a.
Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama
dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari
secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung yang
sedang berada di samping anak. Selain itu dapat digunakan cara dengan
memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta hal
lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.
b.
Bercerita
Melalui cara ini pesan yang
akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka
sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan
pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun
gambar.
c.
Memfasilitasi
Memfasilitasi anak adalah
bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon anak terhadap
pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan
perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons terhadap
pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan
merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.
d.
Biblioterapi
Melalui pemberian buku atau
majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi
buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.
e.
Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam
berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan
dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut
dapat menunjukkan perasaan dan pikiran
anak pada saat itu.
f.
Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi
ini sangat penting dalam menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak,
dengan mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan
negatif sesuai dengan pendapat anak.
g.
Penggunaan skala
Penggunaan skala atau
peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti
penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak
untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.
2.
Teknik Non Verbal
Teknik komunikasi non verbal
dapat digunakan pada anak- anak seperti :
a.
Menulis
Menulis adalah suatu
alternatif pendekatan komunikasi bagi anak, remaja muda dan pra remaja. Untuk
memulai suatu percakapan perawat dapat memeriksa/ menyelidiki tentang tulisan
dan mungkin juga meminta untuk membaca beberapa bagian. Dengan menulis anak-anak
lebih riil dan nyata.
b.
Menggambar
Menggambar adalah salah satu
bentuk komunikasi yang berharga melalui pengamatan gambar. Dasar asumsi dalam
menginterpretasi gambar adalah bahwa anak- anak mengungkapakan tentang dirinya.
Untuk mengevaluasi sebuah gambar utamakan/fokuskan pada unsur-unsur sebagai
berikut :
a)
Ukuran dari bentuk badan individu, ini mengekspresikan
orang penting
b)
Urutan bentuk gambar, mengekspresikan prioritas
kepentingan
c)
Posisi anak terhadap anggota keluarga lainnya,
mengekspresikan perasaan anak terhadap status dalam keluaraga atau ikatan
keluarga
d)
Bagian adanya hapusan, bayangan atau gambar silang,
mengekspresikan ambivalen/ pertentangan, keprihatinan atau kecemasan pada hal-
hal tertentu.
c.
Gerakan gambar keluarga
Menggambarkan suatu kelompok,
berpengaruh pada perasaan anak-anak dan respon emosi, dia akan menggambarkan
pikirannya tentang dirinya dan anggota keluarga yang lainnya. Gambar kelompok
yang paling berharga bagi anak adalah gambar keluarga.
d.
Sosiogram
Menggambar tak perlu dibatasi
bagi anak- anak, dan jenis gambar yang berguna bagi anak- anak seusia 5 tahun
adalah sosiogram (gambar ruang kehidupan) atau lingkungan keluarga. Menggambar
suatu lingkaran adalah untuk melambangkan orang-orang yang hampir mirip dalam
kehidupan anak, dan gambar bundaran- bundaran didekat lingkaran menunjukkan
keakraban/ kedekatan.
e.
Menggambar bersama dalam keluarga
Salah satu teknik yang berguna
dan dapat diterapkan pada anak- anak adalah menggambar bersama dalam keluarga.
Menggambar bersama dalam keluarga merupakan satu alat yang berguna untuk
mengungkapkan dinamika dan hubungan keluarga.
f.
Bermain
Bermain merupakan salah satu
cara yang paling efektif untuk berhubungan dengan anak. Dengan bermain dapat
dikumpulkan petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik, intelektual dan sosial.
Terapeutik play sering digunakan untuk mengurangi trauma akibat sakit atau
masuk rumah sakit atau untuk mempersiapkan anak sebelum dilakukan prosedur
medis/ perawatan.
6)
Cara yang perlu diterapkan saat melakukan komunikasi
terapeutik dengan pasien anak, antara lain : (Mundakir, 2005 : 153-154)
1.
Nada suara, diharapkan perawat dapat berbicara dengan
nada suara yang rendah dan lambat. Agar pasien anak jauh lebih mengerti apa
yang ditanyakan oleh perawat.
2.
Mengalihkan aktivitas, pasien anak yang terkadang
hiperaktif lebih menyukai aktivitas yang ia sukai, sehingga perawat perlu
membuat jadwal yang bergantian antara aktivitas yang pasien anak sukai dengan
aktivitas terapi atau medis.
3.
Jarak interaksi, diharapkan perawat dapat
mempertahankan jarak yang aman saat berinteraksi dengan pasien anak.
4.
Kontak mata, diharapkan perawat dapat mengurangi
kontak mata saat mendapat respon dari pasien anak yang kurang baik, dan kembali
melakukan kontak mata saat kira-kira pasien anak sudah dapat mengontrol
perilakunya.
5.
Sentuhan, jangan pernah menyentuh anak tanpa izin dari
si anak.
7)
Karakteristik Helper yang
Memfasilitasi Tumbuhnya Hubungan Terapeutik pada Anak
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa
karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya
hubungan yang terapeutik, yaitu:
1.
Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya
kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh
rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak
dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu
halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan
kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam
Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat
berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka
klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga
berpura-pura patuh terhadap perawat.
2.
Tidak
membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya
menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan
kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif
dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan
bagi klien.
3.
Bersikap
positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan
dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina
hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien.
Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan
penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam
hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan
tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat
membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan
pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4.
Empati
bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan
keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan
memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien
(Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat
memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut
dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5.
Mampu
melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus
berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya
perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari
sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan
memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan
dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan
perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar
mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien),
tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau
menyampaikan perasaannya.
6.
Menerima
klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan
untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan
merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai
Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh
perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini
terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7.
Sensitif
terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan
klien untuk dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan
klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat
terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.
8.
Tidak
mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien
sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula
terhadap dirinya sendiri.
8)
Teknik Yang Kurang Tepat Dilakukan Dalam Komunikasi
Terapeutik Pada Anak
Hal- hal yang kurang berkenan dilakukan dalam
komunikasi terapeutik pada anak, seperti :
1.
Mengabaikan keterangan anak
Saat melakukan komunikasi pada
anak seorang perawat hendaknya selalu mendengarkan segala keluh kesah yang
disampaikan anak, hindari sikap acuh tak acuh. Dengan demikian diharapkan
seorang perawat mampu mengetahui permasalahan yang sebenarnya dialami oleh
anak.
2.
Besikap emosional
Dalam melakukan komunikasi
terapeutik pada anak bersikaplah tenang dan sabar dalam mendengarkan segala
keterangan yang disampaikan anak. Hindari bersikap emosional karena seorang
anak akan enggan untuk menyampaikan masalahnya.
3.
Pembicaraan satu arah
Hindari pembicaraan satu arah
saat melakukan komunikasi terapeutik pada anak karena hal itu akan menyebabkan
anak menjadi pendiam, mintalah umpan balik atas apa yang dibicarakan. Dengan
memberikan kesempatan pada anak untuk ikut berbicara, itu akan membuat anak
menjadi lebih terbuka kepada kita.
4.
Hindari pertanyaan yang bertubi-tubi
Saat berkomunikasi pada anak
hindarilah pertanyaan yang bertubi- tubi karena hal itu akan membuat anak
menjadi bosan dan enggan untuk diajak berkomunikasi pada tahap selanjutnya.
Bila anak tidak menjawab pertanyaan yang diajukan, ulangilah dengan pertanyaan lain
sehingga mendapatkan respon.
5.
Menyudutkan anak
Hindarilah sikap yang dapat
menyudutkan anak karena hal itu akan membuat anak kurang mendapatkan
kepercayaan. Terimalah kondisi anak apa
adanya. Apapun yang terjadi berusalah terus ada di pihak anak dengan selalu
mendengarkan segala keluh kesah anak sehingga ia menganggap kita sebagai
temannya.
B.
Komunikasi
Terapeutik Pada Tuna Rungu
1)
Definisi
Tunarungu adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran. Menurut bukti hasil penelitian antropologis atau linguistik pada
orang tunarungu lebih dianggap sebagai orang yang cacat sehingga perlu
dinormalisasikan melalui lembaga pendidikan khusus maupun rehabilitasi selama
beberapa dekade. Mereka selalu berpikir orang tuna rungu harus bisa berbicara
dan mendengar dengan menggunakan kecanggihan teknologi alat bantu dengar dan
cochlear implants karena mau tidak mau mereka hidup di tengah dunia masyarakat.
Ada upaya-upaya untuk menyembuhkan pendengaran mereka dengan teknologi
kedokteran dan dampak ketunarunguan mereka terhadap psikologisnya cenderung
menjadi pedoman untuk menyatakan bahwa mereka perlu diterapi untuk dapat
melakukan adaptasi sosial di lingkungannya.
2)
Klasifikasi
Ketungarunguan
a.
Pada
umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok besar
yaitu tuli dan kurang dengar.
1. Tuli
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami
kehilangan kemampuan mendengar sehingga membuat proses informasi bahasa melalui
pendengaran, baik itu memakai atau tidak memakai alat dengar.
2. Kurang
dengar
Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami
kehilangan sebagian kemampuan mendengar, akan tetapi ia masih mempunyai sisa
pendengaran dan pemakaian alat bantu dengar memungkinkan keberhasilan serta
membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.
b.
Berdasarkan
tingkat kerusakan/ kehilangan kemampuan mendengar percakapan/ bicara orang
digolongkan dalam 5 kelompok, yaitu
1.
Sangat
ringan 27 – 40 dB
2.
Ringan
41 – 55 dB
3.
Sedang
56 – 70 dB
4.
Berat
71 – 90 dB
5.
Ekstrim
91 dB ke atas Tuli
c.
Berdasarkan
tempat terjadinya kerusakan, dapat dibedakan atas
1.
Kerusakan
pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang
akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif.
2.
Kerusakan
telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang menyebabkan tuli sensoris
3)
Karakteristik
Tuna Rungu
Karakteristik individu yang mengalami tuna rungu
adalah sebagai berikut :
a. Egosentrisme
yang melebihi anak normal.
b. Mempunyai
perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.
c. Ketergantungan
terhadap orang lain
d. Perhatian
mereka lebih sukar dialihkan.
e. Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana
dan tanpa banyak masalah.
f. Mereka
lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
4)
Masalah
Komunikasi Pada Pasien Tuna Rungu
a.
Mengalami
kesulitan dalam menerima dan memberikan informasi dalam interaksinya.
b.
Mudah
marah dan cepat tersinggung (apabila salah dalam mendengar)
c.
Kurangnya
kesadaran akan aspek-aspek diri sendiri yang akan sangat mempengaruhi interaksi
dengan orang lain.
5)
Cara
Penyelesaian Masalah Dalam Komunikasi Pada Tuna Rungu
a.
Menggunakan
bahasa isyarat.
b.
Libatkan
keluarga dalam komunikasi dengan tuna rungu.
c.
Gunakan
alat bantu dengar.
d.
Gunakan
bahasa pantomin.
6)
Tekhnik
komunikasi pada klien tuna rungu
a.
Penekanan
intonasi dan gerak bibir
b.
Menurunkan
jarak.
c.
Gunakan
isyarat kata-kata atau bahasa yang berbentuk tindakan.
d.
Pengulangan
kata.
e.
Menyentuh
klien.
f.
Menjaga
kontak mata.
g.
Jangan
melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah.
h.
Gunakan
bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerak sederhana dan perlahan.
i.
Gunakan
bahasa isyarat atau bahasa jari jika bisa dan diperlukan
j.
Jika
ada sesuatu yang sulit dikomunikasikan coba sampaikan dalam bentuk
tulisan, gambar atau simbol.
k.
Gunakan
bahasa, kalimat, kata-kata yang sederhana.
7)
Jenis
bahasa isyarat yang bisa di pakai:
1.
American
Sign Language :
Bahasa isyarat yang paling banyak dikenal dan telah
dipakai sebagai pedoman bahasa isyarat oleh dunia internasional.
2.
British
Sign Language :
Variasi dari ASL yang sering dipakai di negara
Inggris dan juga telah cukup dikenal di dunia internasional. Jenis BSL ini juga
menggunakan gerakan tangan yang lebih aktif dari ASL.
3.
Indonesian
Sign Language :
Isyarat ini telah diakui dan banyak digunakan di
Indonesia. Dan tentu saja kita bisa memakainya sebagai salah satu acuan bahasa
isyarat untuk berkomunikasi di Indonesia.
C.
Komunikasi
terapeutik pada tunanetra
1)
Teknik Komunikasi Pada
Klien Yang Mengalami Gangguan Penglihatan
Dalam berkomunikasi
dengan pasien tunanetra, perawat perlu mengetahui beberapa tehnik yang perlu
diperhatikan.
1.
Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat
klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal
keberadaan/ kehadiran perawat ketika anda berada dekatnya.
2.
Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan
peran) anda.
3.
Berbicara dengan menggunakan nada suara normal
karena kondisi klien tidak memungkinkannya menerima pesan non verbal secara
visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4.
Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan
kata-kata sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5.
Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak
memutus komunikasi/ pembicaraan informasikan kepadanya.
6.
Orientasikan klien pada suara-suara yang terdengar
di sekitarnya.
7.
Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien
dipindah ke lingkungan / ruangan yang baru.
2)
Hambatan Komunikasi Pada
Klien Yang Buta
Berikut ada beberapa poin yang menjadi hambatan
untuk berkomunikasi dengan klien yang mengalami kebutaan.
1.
Kesulitan melakukan komunikasi secara visual dengan bahasa tubuh
2.
Klien kesulitan menangkap atau memahami informasi dalam bahasa visual
3.
Klien tidak dapat melihat dan mengetahui tindakan apa saja yang
dilakukan padanya, dan klien hanya dapat merasakannya saja.
3)
Syarat-Syarat Komunikasi
Pada Klien Dengan Gangguan Penglihatan
Syarat yang harus
dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan sensori
penglihatan adalah :
a.
Adanya
kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan saluarannya
harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
b.
Kesungguhan artinya
apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara
sungguh-sungguh atau serius.
c.
Ketulusan artinya
sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada indiviu lain pemberi
informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu
yang baik dan memang perlu serta berguna untuk sipasien.
d.
Kepercayaan diri
artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini akan sangat
berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
e.
Ketenangan artinya
sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan, perawat harus bersifat
tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien, karena dengan adanya
ketenangan maka informasi akan lebih jelas baik dan lancar.
f.
Keramahan artinya
bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena
dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang,
senang dan aman bagi penerima.
g.
Kesederhanaan artinya
di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa,
pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan
tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan jelas maka akan
memberikan kejelasan informasi dengan baik.
4)
Hal-Hal Yang Perlu
Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan Penglihatan
Agar komunikasi dengan
orang dengan gangguan sensori penglihatan dapat berjalan lancar dan mencapai
sasarannya, maka perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.
Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara
2.
Periksa lingkungan fisik
3.
Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
4.
Komunikasikan pesan secara singkat
5.
Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.
6. Dalam merencanakan
komunikas, berknsultasilah dengan pihk lain agar memperoleh dukungan.
D.
Komunikasi terapeutik pada lansia
1)
Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
a.
Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang
dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai
dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya.
Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan
prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan
pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter,
interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah
yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi
dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau
mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan
ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas
kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.
2) Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang
efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik
lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik
khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan
sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa
teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan
ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di
mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan
sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan
klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui
adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan
atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan
pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa
bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan
dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan
tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan
di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang
menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas
kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis
secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan
ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya
dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini
dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi
beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk
menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik
secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau
mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat
atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari
misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu
bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
3) Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan
terganggu apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku
di bawah ini :
a) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b) Meremehkan orang lain
c) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d) Menonjolkan diri sendiri
e) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan.
b. Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a) Menarik diri bila di ajak berbicara
b) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c) Merasa tidak berdaya
d) Tidak berani mengungkap keyakinaan
e) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f) Tampil diam (pasif)
g) Mengikuti kehendak orang lain
h) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan
orang lain.
4)
Teknik yang
perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain
a)
Selalu mulai
komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b)
Keraskan
suara anda jika perlu
c)
Dapatkan
perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut
anda.
d)
Atur
lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi
gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e)
Ketika
merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f)
Jangan
berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g)
Berbicara
dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
h)
Bantulah
kata-kata anda dengan isyarat visual.
i)
Serasikan
bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes
yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus
seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j)
Ringkaslah
hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k)
Berilah
klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l)
Biarkan ia
membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda
menyelesaikan kalimat.
m)
Jadilah
pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n)
Arahkan ke
suatu topic pada suatu saat.
o)
Jika mungkin
ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang ini biasanya
paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.
5)
Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
Ada beberapa langkah yang bisa
di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi penolakan, antara
lain :
a.
Kenali
segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu.
Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien,
orang lain serta lingkunganya.
b.
Orientasikan
klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien
terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
c.
Libatkan
keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana /
tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat
6)
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
a.
Menunjukkan
rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah
meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
b.
Hindari
menggunakan istilah yang merendahkan pasien
c.
Pertahankan
kontak mata dengan pasien
d.
Pertahankan
langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi
efektif
e.
Beri
kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
f.
Berbicara
dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang
sederhana.
g.
Menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti pasien
h.
Hindari
kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
i.
Menyederhanakan
atau menuliskan instruksi
j.
Mengenal
dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
k.
Mengurangi
kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup
saat berinteraksi.
l.
Gunakan
sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
m.
Jangan
mengabaikan pasien saat berinteraksi.
E. Proses komunikasi
interpersonal
Dalam melakukan proses
komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa hal terhadap isi pesan dan
sikap penyampaian pesan antara lain :
1.
Perkembangan.
Pada prinsipnya dalam
berkomunikasi yang perlu diperhatikan adalah siapa yang diajak berkomunikasi.
Maka dalam berkomunikasi isi pesan dan sikap menyampaikan pesan harus
disesuaikan apakah yang kita ajak bicara adalah anak-anak, remaja, dewasa atau
usia lanjut. Pasti akan berbeda dalam berkomunikasi
2.
Persepsi.
Persepsi adalah pandangan
personal terhadap suatu kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan dan
pengalaman. Kadangkala persepsi merupakan suatu hambatan kita dalam
berkomunikasi. Karena apa yang kita persepsikan belum tentu sama dengan yang
dipersepsikan oleh orang lain.Nilai.
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga sangat penting bagi
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyadari nilai seseorang.
3.
Latar belakang budaya.
Gaya berkomunikasi sangat
dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya inilah yang akan membatasi cara
bertindak dan berkomunikasi.
4.
Emosi.
Emosi adalah perasaan
subjektif tentang suatu peristiwa. Dalam berkomunikasi kita harus tahu emosi
dari orang yang akan kita ajak berkomunikasi. Karena emosi ini dapat
menyebabkan salah tafsir atau pesan tidak sampai.
5.
Pengetahuan.
Komunikasi akan sulit
dilakukan jika orang yang kitan ajak berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan
yang berbeda. Untuk itu maka kita harus bisa menempatkan diri sesuai dengan
tingkat pengetahuan yang kita ajak bicara
6.
Peran.
Gaya komunikasi harus di
sesuaikan dengan peran yang sedang kita lakukan. Misalnya ketika kita berperan
membantu pasien akan berbeda ketika kita berperan atau berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan yang lain.
7.
Tatanan interaksi.
Komunikasi interpersonal
akan lebih efektif jika dilakukan dalam lingkungan yang menunjang. Kalau
tempatnya bising, ruangan sempti, tidak leluasa untuk berkomunikasi dapat
mengakibatkan ketegangan dan tidak nyaman.
F.
Proses
komunikasi
1.
Komunikator
a. Mengembangkan ide yang ingin disampaikan.
b. Mengkode ide dalam bentuk lambang (Verbal atau Non verbal)
c.
Menyampaikan
psn mllui saluran kom tertentu.
d. Menunggu umpan balik untuk ketahui keberhasilan komunikasi.
2.
Komunikan
a. Menerima lambang-lambang dari komunikator
b. Membaca lambang-lambang
c.
Menggunakan
pesan yang telah disampaikan
d. Memberikan umpan balik kepada komunikator
G.
Teori johari
window
Teori johari window merupakan teori yang mengungkapkan
tentang tingkat keterbukaan dan tingkat kesadaran mengenai diri kita. Johari
window merupakan sebuah arahan yang memberikan kejelasan tentang bagaiman
sebaiknya hubungan komunikasi antar manusia.
Dalam model johari window ada 2 dimensi utama yang dipakai untuk
memahami diri sendiri :
1.
Pertama
adalah segi-segi perilaku yang telah diketahui sendiri.
2.
Yang kedua,
segi-segi perilaku yang telah diketahui oleh orang lain.
Johari
window mempunyai 4 jendela atau ruangan tentang bagaimana sebaiknya
berkomunikasi :
1.
Jendela
pertama (TERBUKA)
Sebagai
bidang terbuka menunjukkan bahwa aktivitas seseorang disadari sepenuhnya oleh
yang bersangkutan, juga dengan orang lain. Ini berarti terdapat keterbukaan
atau dengan kata lain tidak ada yang disembunyikan kepada orang lain.
Sering
disebut sebagai the open self (diri yang terbuka), dimana seluruh informasi,
perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan pikiran-pikiran diketahui
oleh diri sendiri maupun orang lain. Untuk menunjukkan komunikasi yang efektif
maka hal yang harus dilakukan adalah memperbanyak ruang terbuka pada dirinya.
2.
Jendela
kedua (BUTA)
merupakan
bidang buta yang mendeskripsikan aktifitas seseorang diketahui oleh orang lain
tetapi dirinya sendiri tidak menyadari apa yang dilakukannya. Pada tahap ini,
komunikasi interpersonal biasanya mengalami kegagalan karena tidak memahami
tentang dirinya sendiri.
3.
Jendela
ketiga (TERTUTUP)
sebagai
bidang tersembunyi adalah lawan dari jendela kedua yaitu dia menyadari
aktifitasnya namun orang lain tidak dapat mengetahuinya. Ini erarti orang
seperti demikian bersifat tertutup, ia berpandangan apa yang ia lakukan tak
peru diketahui orang lain.
4.
Jendela
keempat (GELAP)
merupakan
bidang yang tidak dikena mendeskripsikan tingkah laku seseorang tidak disadari
dirinya sendiri dan juga tidak diketahui orang lain.
H.
Faktor Yang
Mempengaruhi Konsep Diri
1.
Teori
perkembangan. Konsep diri belum ada saat lahir, kemudian berkembang secara
bertahap
2.
significant other
(orang terdekat/terpenting). konsep diri dipelajari melalui kontak dan
pengalaman dengan orang lain
3.
self
perception (persepsi diri sendiri)
persepsi
individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya serta persepsi individu
terhadap pengalamannya akan situasi tertentu.
I. Faktor Yang Mempengaruhi
Hubungan Perawat-Pasien Yang Berkualitas
1.
Kehangatan dan ketulusan
Bersikap
hangat dan tulus bukanlah suatu keterampilan praktis tetapi suatu kerangka
pikiran yang di dalamnya terdapat penerimaan dan penghargaan pada keunikan
setiap pribadi. Untuk mencapainya, diperlukan penciptaan suatu kondisi dimana
pasien merasa aman, terjadi saling pemahaman dalam pendapat serta pikiran.
Penerimaan pada pasien dapat dilakukan dengan mendengarkan keluh kesahnya
secara penuh. Ini adalah karakteristik dari situasi pasien yang dating untuk
meminta tolong, menjadi sadar bahwa perawat memahami perasaannya dan siap untuk
membantunya.
2.
Pemahaman yang empatik
Empati
adalah merasakan perasaan orang lain, tetapi tidak sama dengan mengalami pengalaman
itu sendiri. Dalam keperawatan, empati dapat berarti mempersepsikan dunia
sebagaimana pasien mempersepsikannya. Empati bukanlah simpati untuk situasi
atau dilemma seseorang tetapi sebuah kemampuan untuk merefleksikan sebuah
objektif perasaan dari pasien, yang tidak diungkapkan secara lisan
3.
Perhatian positif yang tak
bersyarat
Perawat
harus berfokus pada pemahaman mereka tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perawatan pasien, bukan hanya pada persepsi dari dirinya sendiri atau dari
orang lain. Memiliki perhatian positif yang tidak bersyarat terhadap pasien,
termasuk di dalamnya mengakui suatu kebaikan pada diri pasien tersebut
4.
Sifat konkrit
Konsep
tentang sifat konkrit berhubungan dengan pengertian yang saling menguntungkan
dan akurat tentang perbendaharaan kata yang digunakan oleh pasien, terutama
dalam menggambarkan emosinya. Misal : Kata ‘sedih’ dan ‘senang’ bersifat
subjektif. Perawat perlu memperjelas arti kata itu secara perseorangan dengan
si pasien untuk dapat menangkap isi pembicaraan.
5.
Kesegeraan
Sifat
segera mengacu pada situasi yang sedang terjadi, bukan pada masa lalu atau masa
datang. Misal : ketika pasien mengungkapkan perasaan tentang pemeriksaan
terakhir, kita perlu menanggapinya tentang hasil pemeriksaan saat itu, bukan
pada perasaannya sebelum pemeriksaan dilakukan.
6.
Konfrontasi
Konfrontasi
berarti perlawanan/pertentangan terhadap suatu hal. Terkadang orang membuat
generalisasi tentang kejadian, orang, dan perasaan. Untuk membantu pasien,
mungkin kita perlu meng-konfrontasi mereka, mengajak mereka untuk menemukan
kebenaran. Misal : Kasus dimana lansia yang sakit dibawa ke RS, beliau
berpendapat bahwa RS adalah tempat dimana orang meninggal dan bukan untuk
membaik. Untuk meningkatkan motivasi pasien, perawat memberikan ke-optimisan
pada pasien bahwa mereka akan sembuh. Hal itu melalui konfrontasi.
J.
Faktor yang dilakukan perawat kepada pasien
Caring , menurut Watson (1979) ada sepuluh faktor yaitu :
1. Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi
dengan kliennya.
2. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman klien.
3.
Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional diri dan kliennya.
4. Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan
komunikasi simpatis yang memiliki makna (Barbara, 1994)
5.
Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya
6. Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan
kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
7.
Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan
keterampilannya.
8. Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain
dengan menjaga kerahasiaan klien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.
9.
Listening artinya mau mendengar keluhan kliennya
10. Doing artinya melakukan pengkajian dan
intervensi keperawatan serta mendokumentasikannya
11. Feeling artinya perawat dapat menerima,
merasakan, dan memahami perasaan duka , senang, frustasi dan rasa puas klien.
12. Accepting artinya perawat harus dapat
menerima dirinya sendiri sebelum menerima orang lain