Kamis, 29 Januari 2015

KOMUNIKASI TERAPEUTIK



A.  Komunikasi Terapeutik Pada Anak
1)      Pengertian
a.       Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan keperawatan.
b.      Komunikasi terapeutik pada anak adalah komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien (anak), yang direncanakan secara sadar , bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan anak.

2)      Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh kembang, antara lain :
1.      Usia Bayi (0-1 tahun)
          Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal. Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.
          Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain

2.      Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)
          Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan.
          Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996).
          Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat melakukan komunikasi.

3.      Usia Sekolah (5-11 tahun)
          Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
          Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

4.      Usia Remaja (11-18 tahun)
          Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.
          Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.

3)      Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Anak
Adapun tujuan yang diharapkan dalam melakukan komunikasi terapeutik pada anak adalah :
1.      Membantu anak untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal- hal yang diperlukan.
2.      Mengurangi keraguan , membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3.      Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

4)      Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik pada Anak
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers, seperti :
1.        Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2.        Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan menghargai.
3.        Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien
4.        Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental.
5.        Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas berkembang tanpa rasa takut.
6.        Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah - masalah yang dihadapi.
7.        Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan ,maupun frustasi.
8.        Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
9.        Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
10.    Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan komunikasi terapeutik.
11.    Mampu berperan sebagai role model.
12.    Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap mengganggu.
13.    Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
14.    Berpegang pada etika.
15.    Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang lain.

5)      Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik pada Anak
Seperti yang sudah dijelaskan pasien anak merupakan individu yang unik, dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien anak dibutuhkan teknik khusus agar hubungan yang dijalankan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang anak.
1.      Teknik Verbal
a.       Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada di samping anak. Selain itu dapat digunakan cara dengan memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta hal lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.
b.      Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun gambar.
c.       Memfasilitasi
Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.
d.      Biblioterapi
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.
e.       Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan  pikiran anak pada saat itu.
f.       Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.
g.      Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.

2.      Teknik Non Verbal
Teknik komunikasi non verbal dapat digunakan pada anak- anak seperti :
a.       Menulis
Menulis adalah suatu alternatif pendekatan komunikasi bagi anak, remaja muda dan pra remaja. Untuk memulai suatu percakapan perawat dapat memeriksa/ menyelidiki tentang tulisan dan mungkin juga meminta untuk membaca beberapa bagian. Dengan menulis anak-anak lebih riil dan nyata.
b.      Menggambar
Menggambar adalah salah satu bentuk komunikasi yang berharga melalui pengamatan gambar. Dasar asumsi dalam menginterpretasi gambar adalah bahwa anak- anak mengungkapakan tentang dirinya. Untuk mengevaluasi sebuah gambar utamakan/fokuskan pada unsur-unsur sebagai berikut :
a)      Ukuran dari bentuk badan individu, ini mengekspresikan orang penting
b)      Urutan bentuk gambar, mengekspresikan prioritas kepentingan
c)      Posisi anak terhadap anggota keluarga lainnya, mengekspresikan perasaan anak terhadap status dalam keluaraga atau ikatan keluarga
d)     Bagian adanya hapusan, bayangan atau gambar silang, mengekspresikan ambivalen/ pertentangan, keprihatinan atau kecemasan pada hal- hal tertentu.
c.       Gerakan gambar keluarga
Menggambarkan suatu kelompok, berpengaruh pada perasaan anak-anak dan respon emosi, dia akan menggambarkan pikirannya tentang dirinya dan anggota keluarga yang lainnya. Gambar kelompok yang paling berharga bagi anak adalah gambar keluarga.
d.      Sosiogram
Menggambar tak perlu dibatasi bagi anak- anak, dan jenis gambar yang berguna bagi anak- anak seusia 5 tahun adalah sosiogram (gambar ruang kehidupan) atau lingkungan keluarga. Menggambar suatu lingkaran adalah untuk melambangkan orang-orang yang hampir mirip dalam kehidupan anak, dan gambar bundaran- bundaran didekat lingkaran menunjukkan keakraban/ kedekatan.
e.       Menggambar bersama dalam keluarga
Salah satu teknik yang berguna dan dapat diterapkan pada anak- anak adalah menggambar bersama dalam keluarga. Menggambar bersama dalam keluarga merupakan satu alat yang berguna untuk mengungkapkan dinamika dan hubungan keluarga.
f.       Bermain
Bermain merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk berhubungan dengan anak. Dengan bermain dapat dikumpulkan petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik, intelektual dan sosial. Terapeutik play sering digunakan untuk mengurangi trauma akibat sakit atau masuk rumah sakit atau untuk mempersiapkan anak sebelum dilakukan prosedur medis/ perawatan.

6)      Cara yang perlu diterapkan saat melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien anak, antara lain : (Mundakir, 2005 : 153-154)
1.      Nada suara, diharapkan perawat dapat berbicara dengan nada suara yang rendah dan lambat. Agar pasien anak jauh lebih mengerti apa yang ditanyakan oleh perawat.
2.      Mengalihkan aktivitas, pasien anak yang terkadang hiperaktif lebih menyukai aktivitas yang ia sukai, sehingga perawat perlu membuat jadwal yang bergantian antara aktivitas yang pasien anak sukai dengan aktivitas terapi atau medis.
3.      Jarak interaksi, diharapkan perawat dapat mempertahankan jarak yang aman saat berinteraksi dengan pasien anak.
4.      Kontak mata, diharapkan perawat dapat mengurangi kontak mata saat mendapat respon dari pasien anak yang kurang baik, dan kembali melakukan kontak mata saat kira-kira pasien anak sudah dapat mengontrol perilakunya.
5.      Sentuhan, jangan pernah menyentuh anak tanpa izin dari si anak.

7)      Karakteristik Helper yang Memfasilitasi Tumbuhnya Hubungan Terapeutik pada Anak
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1.      Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2.      Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3.      Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4.      Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5.      Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6.      Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7.      Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
8.      Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

8)      Teknik Yang Kurang Tepat Dilakukan Dalam Komunikasi Terapeutik Pada Anak
Hal- hal yang kurang berkenan dilakukan dalam komunikasi terapeutik pada anak, seperti :
1.      Mengabaikan keterangan anak
Saat melakukan komunikasi pada anak seorang perawat hendaknya selalu mendengarkan segala keluh kesah yang disampaikan anak, hindari sikap acuh tak acuh. Dengan demikian diharapkan seorang perawat mampu mengetahui permasalahan yang sebenarnya dialami oleh anak.
2.      Besikap emosional
Dalam melakukan komunikasi terapeutik pada anak bersikaplah tenang dan sabar dalam mendengarkan segala keterangan yang disampaikan anak. Hindari bersikap emosional karena seorang anak akan enggan untuk menyampaikan masalahnya.
3.      Pembicaraan satu arah
Hindari pembicaraan satu arah saat melakukan komunikasi terapeutik pada anak karena hal itu akan menyebabkan anak menjadi pendiam, mintalah umpan balik atas apa yang dibicarakan. Dengan memberikan kesempatan pada anak untuk ikut berbicara, itu akan membuat anak menjadi lebih terbuka kepada kita.
4.      Hindari pertanyaan yang bertubi-tubi
Saat berkomunikasi pada anak hindarilah pertanyaan yang bertubi- tubi karena hal itu akan membuat anak menjadi bosan dan enggan untuk diajak berkomunikasi pada tahap selanjutnya. Bila anak tidak menjawab pertanyaan yang diajukan, ulangilah dengan pertanyaan lain sehingga mendapatkan respon.
5.      Menyudutkan anak
Hindarilah sikap yang dapat menyudutkan anak karena hal itu akan membuat anak kurang mendapatkan kepercayaan.  Terimalah kondisi anak apa adanya. Apapun yang terjadi berusalah terus ada di pihak anak dengan selalu mendengarkan segala keluh kesah anak sehingga ia menganggap kita sebagai temannya.

B.   Komunikasi Terapeutik Pada Tuna Rungu
1)      Definisi
Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran. Menurut bukti hasil penelitian antropologis atau linguistik pada orang tunarungu lebih dianggap sebagai orang yang cacat sehingga perlu dinormalisasikan melalui lembaga pendidikan khusus maupun rehabilitasi selama beberapa dekade. Mereka selalu berpikir orang tuna rungu harus bisa berbicara dan mendengar dengan menggunakan kecanggihan teknologi alat bantu dengar dan cochlear implants karena mau tidak mau mereka hidup di tengah dunia masyarakat. Ada upaya-upaya untuk menyembuhkan pendengaran mereka dengan teknologi kedokteran dan dampak ketunarunguan mereka terhadap psikologisnya cenderung menjadi pedoman untuk menyatakan bahwa mereka perlu diterapi untuk dapat melakukan adaptasi sosial di lingkungannya.
2)      Klasifikasi Ketungarunguan
a.     Pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok besar yaitu tuli dan kurang dengar.
1.    Tuli
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai atau tidak memakai alat dengar.
2.    Kurang dengar
Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengar, akan tetapi ia masih mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat bantu dengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.
b.      Berdasarkan tingkat kerusakan/ kehilangan kemampuan mendengar percakapan/ bicara orang digolongkan dalam 5 kelompok, yaitu
1.      Sangat ringan 27 – 40 dB
2.      Ringan 41 – 55 dB
3.      Sedang 56 – 70 dB
4.      Berat 71 – 90 dB
5.      Ekstrim 91 dB ke atas Tuli
c.       Berdasarkan tempat terjadinya kerusakan, dapat dibedakan atas
1.      Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif.
2.      Kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang menyebabkan tuli sensoris

3)      Karakteristik Tuna Rungu
Karakteristik individu yang mengalami tuna rungu adalah sebagai berikut        :
a.    Egosentrisme yang melebihi anak normal.
b.    Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.
c.    Ketergantungan terhadap orang lain
d.    Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.
e.     Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah.
f.     Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.



4)      Masalah Komunikasi Pada Pasien Tuna Rungu
a.       Mengalami kesulitan dalam menerima dan memberikan informasi dalam interaksinya.
b.      Mudah marah dan cepat tersinggung (apabila salah dalam mendengar)
c.       Kurangnya kesadaran akan aspek-aspek diri sendiri yang akan sangat mempengaruhi interaksi dengan orang lain.

5)      Cara Penyelesaian Masalah Dalam Komunikasi Pada Tuna Rungu
a.       Menggunakan bahasa isyarat.
b.      Libatkan keluarga dalam komunikasi dengan tuna rungu.
c.       Gunakan alat bantu dengar.
d.      Gunakan bahasa pantomin.

6)      Tekhnik komunikasi pada klien tuna rungu
a.       Penekanan intonasi dan gerak bibir
b.      Menurunkan jarak.
c.       Gunakan isyarat kata-kata atau bahasa yang berbentuk tindakan.
d.      Pengulangan kata.
e.       Menyentuh klien.
f.       Menjaga kontak mata.
g.      Jangan melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah.
h.      Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerak sederhana dan perlahan.
i.        Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari jika bisa dan diperlukan
j.        Jika ada sesuatu yang sulit dikomunikasikan coba sampaikan dalam bentuk tulisan,      gambar atau simbol.
k.      Gunakan bahasa, kalimat, kata-kata yang sederhana.

7)      Jenis bahasa isyarat yang bisa di pakai:
1.      American Sign Language :
Bahasa isyarat yang paling banyak dikenal dan telah dipakai sebagai pedoman bahasa isyarat oleh dunia internasional.
2.      British Sign Language :
Variasi dari ASL yang sering dipakai di negara Inggris dan juga telah cukup dikenal di dunia internasional. Jenis BSL ini juga menggunakan gerakan tangan yang lebih aktif dari ASL.


3.      Indonesian Sign Language :
Isyarat ini telah diakui dan banyak digunakan di Indonesia. Dan tentu saja kita bisa memakainya sebagai salah satu acuan bahasa isyarat untuk berkomunikasi di Indonesia.

C.   Komunikasi terapeutik pada tunanetra
1)      Teknik Komunikasi Pada Klien Yang Mengalami Gangguan Penglihatan
Dalam berkomunikasi dengan pasien tunanetra, perawat perlu mengetahui beberapa tehnik yang perlu diperhatikan.
1.      Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan/ kehadiran perawat ketika anda berada dekatnya.
2.      Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3.      Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkannya menerima pesan non verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4.      Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5.      Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus komunikasi/ pembicaraan informasikan kepadanya.
6.      Orientasikan klien pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.
7.      Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan / ruangan yang baru.

2)      Hambatan Komunikasi Pada Klien Yang Buta
Berikut ada beberapa poin yang menjadi hambatan untuk berkomunikasi dengan klien yang mengalami kebutaan.
1.      Kesulitan melakukan komunikasi secara visual dengan bahasa tubuh
2.      Klien kesulitan menangkap atau memahami informasi dalam bahasa visual
3.      Klien tidak dapat melihat  dan mengetahui tindakan apa saja yang dilakukan padanya, dan  klien hanya dapat merasakannya saja.

3)      Syarat-Syarat Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Penglihatan
Syarat yang harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan sensori penglihatan adalah :
a.       Adanya kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
b.      Kesungguhan artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
c.       Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada indiviu lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk sipasien.
d.      Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
e.       Ketenangan artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas baik dan lancar.
f.       Keramahan artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi penerima.
g.      Kesederhanaan artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.

4)      Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan Penglihatan
Agar komunikasi dengan orang dengan gangguan sensori penglihatan dapat berjalan lancar dan mencapai sasarannya, maka perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.      Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara
2.      Periksa lingkungan fisik
3.      Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
4.      Komunikasikan pesan secara singkat
5.      Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.
6.      Dalam merencanakan komunikas, berknsultasilah dengan pihk lain agar ­memperoleh          dukungan.

D.  Komunikasi terapeutik pada lansia
1)      Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
a.       Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
b.      Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c.       Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d.      Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

2)      Teknik Komunikasi Pada Lansia
     Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau  perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a.       Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b.      Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c.       Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d.      Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.

3)      Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.
a.       Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah ini :
a)      Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b)      Meremehkan orang lain
c)      Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d)     Menonjolkan diri sendiri
e)      Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan.
b.      Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a)      Menarik diri bila di ajak berbicara
b)      Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c)      Merasa tidak berdaya
d)     Tidak berani mengungkap keyakinaan
e)      Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f)       Tampil diam (pasif)
g)      Mengikuti kehendak orang lain
h)      Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.

4)      Teknik yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain
a)      Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b)      Keraskan suara anda jika perlu
c)      Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut anda.
d)     Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e)      Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f)       Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g)      Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat  pendek dengan bahasa yang sederhana.
h)      Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i)        Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j)        Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k)      Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l)        Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
m)    Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n)      Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o)      Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

5)      Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
a.       Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
b.      Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
c.       Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat

6)      Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
a.       Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
b.      Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
c.       Pertahankan kontak mata dengan pasien
d.      Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif
e.       Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
f.       Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana.
g.      Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
h.      Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
i.        Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j.        Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
k.      Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup saat berinteraksi.
l.        Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
m.    Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

E.   Proses komunikasi interpersonal
Dalam melakukan proses komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa hal terhadap isi pesan dan sikap penyampaian pesan antara lain :
1.      Perkembangan.
Pada prinsipnya dalam berkomunikasi yang perlu diperhatikan adalah siapa yang diajak berkomunikasi. Maka dalam berkomunikasi isi pesan dan sikap menyampaikan pesan harus disesuaikan apakah yang kita ajak bicara adalah anak-anak, remaja, dewasa atau usia lanjut. Pasti akan berbeda dalam berkomunikasi
2.      Persepsi.
Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Kadangkala persepsi merupakan suatu hambatan kita dalam berkomunikasi. Karena apa yang kita persepsikan belum tentu sama dengan yang dipersepsikan oleh orang lain.Nilai. Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga sangat penting bagi pemberi pelayanan kesehatan untuk menyadari nilai seseorang.
3.      Latar belakang budaya.
Gaya berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya inilah yang akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.
4.      Emosi.
Emosi adalah perasaan subjektif tentang suatu peristiwa. Dalam berkomunikasi kita harus tahu emosi dari orang yang akan kita ajak berkomunikasi. Karena emosi ini dapat menyebabkan salah tafsir atau pesan tidak sampai.
5.      Pengetahuan.
Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang kitan ajak berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Untuk itu maka kita harus bisa menempatkan diri sesuai dengan tingkat pengetahuan yang kita ajak bicara
6.      Peran.
Gaya komunikasi harus di sesuaikan dengan peran yang sedang kita lakukan. Misalnya ketika kita berperan membantu pasien akan berbeda ketika kita berperan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang lain.

7.      Tatanan interaksi.
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam lingkungan yang menunjang. Kalau tempatnya bising, ruangan sempti, tidak leluasa untuk berkomunikasi dapat mengakibatkan ketegangan dan tidak nyaman.

F.    Proses komunikasi
1.      Komunikator
a.       Mengembangkan ide yang ingin disampaikan.
b.       Mengkode ide dalam bentuk lambang (Verbal atau Non verbal)
c.        Menyampaikan psn mllui saluran kom tertentu.
d.       Menunggu umpan balik untuk ketahui keberhasilan komunikasi.

2.      Komunikan
a.       Menerima lambang-lambang dari komunikator
b.       Membaca lambang-lambang
c.        Menggunakan pesan yang telah disampaikan
d.       Memberikan umpan balik kepada komunikator

G.  Teori johari window
            Teori johari window merupakan teori yang mengungkapkan tentang tingkat keterbukaan dan           tingkat kesadaran mengenai diri kita. Johari window merupakan sebuah arahan yang memberikan kejelasan tentang bagaiman sebaiknya hubungan komunikasi antar manusia.
Dalam model johari window ada 2 dimensi utama yang dipakai untuk memahami diri sendiri :
1.      Pertama adalah segi-segi perilaku yang telah diketahui sendiri.
2.      Yang kedua, segi-segi perilaku yang telah diketahui oleh orang lain.

Johari window mempunyai 4 jendela atau ruangan tentang bagaimana sebaiknya berkomunikasi :
1.      Jendela pertama (TERBUKA)
Sebagai bidang terbuka menunjukkan bahwa aktivitas seseorang disadari sepenuhnya oleh yang bersangkutan, juga dengan orang lain. Ini berarti terdapat keterbukaan atau dengan kata lain tidak ada yang disembunyikan kepada orang lain.
Sering disebut sebagai the open self (diri yang terbuka), dimana seluruh informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan pikiran-pikiran diketahui oleh diri sendiri maupun orang lain. Untuk menunjukkan komunikasi yang efektif maka hal yang harus dilakukan adalah memperbanyak ruang terbuka pada dirinya. 
2.      Jendela kedua (BUTA)
merupakan bidang buta yang mendeskripsikan aktifitas seseorang diketahui oleh orang lain tetapi dirinya sendiri tidak menyadari apa yang dilakukannya. Pada tahap ini, komunikasi interpersonal biasanya mengalami kegagalan karena tidak memahami tentang dirinya sendiri.
3.      Jendela ketiga (TERTUTUP)
sebagai bidang tersembunyi adalah lawan dari jendela kedua yaitu dia menyadari aktifitasnya namun orang lain tidak dapat mengetahuinya. Ini erarti orang seperti demikian bersifat tertutup, ia berpandangan apa yang ia lakukan tak peru diketahui orang lain.
4.      Jendela keempat (GELAP)
merupakan bidang yang tidak dikena mendeskripsikan tingkah laku seseorang tidak disadari dirinya sendiri dan juga tidak diketahui orang lain.

H.  Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri
1.      Teori perkembangan. Konsep diri belum ada saat lahir, kemudian berkembang secara bertahap
2.      significant other (orang terdekat/terpenting). konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain
3.      self perception (persepsi diri sendiri)
persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu.

I.      Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Perawat-Pasien Yang Berkualitas
1.      Kehangatan dan ketulusan
Bersikap hangat dan tulus bukanlah suatu keterampilan praktis tetapi suatu kerangka pikiran yang di dalamnya terdapat penerimaan dan penghargaan pada keunikan setiap pribadi. Untuk mencapainya, diperlukan penciptaan suatu kondisi dimana pasien merasa aman, terjadi saling pemahaman dalam pendapat serta pikiran. Penerimaan pada pasien dapat dilakukan dengan mendengarkan keluh kesahnya secara penuh. Ini adalah karakteristik dari situasi pasien yang dating untuk meminta tolong, menjadi sadar bahwa perawat memahami perasaannya dan siap untuk membantunya.
2.      Pemahaman yang empatik
Empati adalah merasakan perasaan orang lain, tetapi tidak sama dengan mengalami pengalaman itu sendiri. Dalam keperawatan, empati dapat berarti mempersepsikan dunia sebagaimana pasien mempersepsikannya. Empati bukanlah simpati untuk situasi atau dilemma seseorang tetapi sebuah kemampuan untuk merefleksikan sebuah objektif perasaan dari pasien, yang tidak diungkapkan secara lisan
3.      Perhatian positif yang tak bersyarat
Perawat harus berfokus pada pemahaman mereka tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan pasien, bukan hanya pada persepsi dari dirinya sendiri atau dari orang lain. Memiliki perhatian positif yang tidak bersyarat terhadap pasien, termasuk di dalamnya mengakui suatu kebaikan pada diri pasien tersebut
4.      Sifat konkrit
Konsep tentang sifat konkrit berhubungan dengan pengertian yang saling menguntungkan dan akurat tentang perbendaharaan kata yang digunakan oleh pasien, terutama dalam menggambarkan emosinya. Misal : Kata ‘sedih’ dan ‘senang’ bersifat subjektif. Perawat perlu memperjelas arti kata itu secara perseorangan dengan si pasien untuk dapat menangkap isi pembicaraan.
5.      Kesegeraan
Sifat segera mengacu pada situasi yang sedang terjadi, bukan pada masa lalu atau masa datang. Misal : ketika pasien mengungkapkan perasaan tentang pemeriksaan terakhir, kita perlu menanggapinya tentang hasil pemeriksaan saat itu, bukan pada perasaannya sebelum pemeriksaan dilakukan.
6.      Konfrontasi
Konfrontasi berarti perlawanan/pertentangan terhadap suatu hal. Terkadang orang membuat generalisasi tentang kejadian, orang, dan perasaan. Untuk membantu pasien, mungkin kita perlu meng-konfrontasi mereka, mengajak mereka untuk menemukan kebenaran. Misal : Kasus dimana lansia yang sakit dibawa ke RS, beliau berpendapat bahwa RS adalah tempat dimana orang meninggal dan bukan untuk membaik. Untuk meningkatkan motivasi pasien, perawat memberikan ke-optimisan pada pasien bahwa mereka akan sembuh. Hal itu melalui konfrontasi.

J.      Faktor yang dilakukan perawat kepada pasien
Caring , menurut Watson (1979) ada sepuluh faktor yaitu :
1.  Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi dengan kliennya.
2.    Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk meningkatkan rasa nyaman klien.
3.      Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional diri dan kliennya.
4.   Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan komunikasi simpatis yang memiliki makna (Barbara, 1994)
5.      Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya
6.   Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
7.      Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan keterampilannya.
8.    Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain dengan menjaga kerahasiaan klien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.
9.      Listening artinya mau mendengar keluhan kliennya
10.  Doing artinya melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan serta mendokumentasikannya
11.  Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan duka , senang, frustasi dan rasa puas klien.
12.  Accepting artinya perawat harus dapat menerima dirinya sendiri sebelum menerima orang lain