Jumat, 16 Januari 2015

TRIKOMONIASIS



A.   Pengertian
1.      Trikomoniasis adalah salah satu tipe dari Vaginitis, merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, terutama sebagai Penyakit Menular Sexual (PMS), dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah yang dapat bersifat akut atau kronik dan pada wanita maupun pria, namun pada pria peranannya sebagai penyebab penyakit masih diragukan.
2.      Trikomoniasis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh serangan protozoa parasit Trichomonas vaginalis.
3.      Trichomoniasis merupakan infeksi yang biasanya menyerang saluran genitourinari; uretra adalah tempat infeksi yang paling umum pada laki-laki, dan vagina adalah tempat infeksi yang paling umum pada wanita.
4.      Trikomoniasis merupakan penyakit yang predominan pada PMS sehingga resiko menderita infeksi ini berdasarkan pada tingkat hubungan seksual pasien.
5.      Trikomoniasis (sering disebut sebagai "trich") adalah penyakit menular seksual paling umum yang dapat disembuhkan di dunia. Penyakit ini juga salah satu dari tiga infeksi vagina yang paling umum pada wanita.

B.   Etiologi
1.      Trikomoniasis lebih banyak terjadi pada masa remaja dan dewasa dengan hubungan sex yang aktif pada wanita maupun pria.
2.      Trikomoniasis Tenax
Hidup didalam rongga mulut dan Pentatrochomonas hominis yang hidup dalam kolon, pada umumnya tidak menimbulkan penyakit.
3.      Trichomonas vaginalis
a.       Merupakan protozoa yang berflagela dengan masa inkubasi sekitar 1 minggu, tapi dapat berkisar antara 4-28 hari.
b.      merupakan satu-satunya spesies Trichomonas yang bersifat pathogen pada manusia dan dapat dijumpai pada traktus urogenital.
c.       berbentuk ovoid dan berukuran antara 10 sampai 20 mµ. Pada sediaan basah specimen dari penderita dengan gejala yang hebat, ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan specimen dari kasus asimtomatik atau dari biakan.
d.      mempunyai membrane undulans yang pendek, tidak mencapai setengah dari panjang badannya. Pada sediaan basah mudah terlihat oleh karena gerakan yang terhentak-hentak. Membelah secara longitudinal dan membentuk koloni trofozoit pada permukaan sel epitel vagina dan uretra pada wanita; uretra, kelenjar prostat dan vesikula seminalis pada pria.
e.       Trichomonas Vaginalis cepat mati bila mengering, terkena sinar matahari dan terpapar air selama 35-40 menit. Pada keadaan hygiene yang kurang memadai dapat terjadi penularan melalui handuk atau pakaian yang terkontaminasi.

C.     Faktor Resiko
Risiko tertular infeksi Trichomonas vaginalis didasarkan pada jenis aktivitas seksual. Wanita yang terlibat dalam aktivitas seksual beresiko tinggi berada pada risiko lebih besar terkena infeksi. Faktor risiko untuk infeksi Trichomonas vaginalis meliputi:
1.      Pasangan baru atau multi pasangan
2.      Riwayat Infeksi Menular Seksual (IMS)
3.      Infeksi Menular Seksual (IMS) yang sedang dialami sekarang
4.      Kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi
5.      Bertukar seks untuk uang atau obat-obatan
6.      Menggunakan obat injeksi
7.      Tidak menggunakan kontrasepsi penghalang (misalnya, karena kontrasepsi oral)
8.      Jumlah partner dalam hubungan seksual
Faktor risiko yang paling signifikan adalah aktivitas seksual selama 30 hari sebelumnya (dengan 1 atau lebih pasangan). Wanita dengan 1 atau lebih pasangan seksual selama 30 hari sebelumnya memiliki 4 kali lebih mungkin mengalami infeksi Trichomonas vaginalis.
D.   Patofisiologi
     Pada gadis-gadis sebelum usia pubertas, dinding vagina yang sehat tipis dan hypoestrogenic, dengan pH lebih besar dari 4,7, pemeriksaan dengan pembiakan (kultur) akan menunjukkan beberapa mikroorganisma. Setelah gadis menjadi dewasa, dinding vagina menebal dan laktobasilus menjadi mikroorganisma yang dominan, PH vagina menurun hingga kurang dari 4,5. Gambaran fisiologis discharge vagina normal terdiri dari sekresi vaginal, sel-sel exfoliated dan mukosa serviks. Frekunsi discharge vagina bervariasi berdasar umur, siklus menstruasi dan penggunaan kontrasepsi oral.
     Lingkungan vagina normal digambarkan oleh adanya hubungan dinamis antara Lactobacillus acidophilus dan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan produk metabolisme flora dan organisme patogen. L. acidophilus memproduksi hydrogen peroxide (H2O2), yang bersifat toksik terhadap organisme patogen dan menjaga pH vagina sehat antara 3.8 dan 4.2.
     Laktobasilus penting untuk melindungi vagina dari infeksi, dan laktobasilus adalah flora dari vagina yang dominan (walaupun bukan merupakan stau-satunya flora vagina). Masa inkubasi sebelum timbulnya gejala setelah adanya infeksi bervariasi antara 3-28 hari. Vaginitis muncul karena flora vagina diganggu oleh adanya organisme patogen atau lingkungan vagina berubah sehingga memungkinkan organisme patogen berkembang biak.
     Selama terjadinya infeksi protozoa Trichomonas vaginalis, trikomonas yang bergerak-gerak (jerky motile trichomonads) dapat dilihat dari pemeriksaan dengan sediaan basah. PH vagina naik, sebagaimana halnya dengan jumlah lekosit polymorphonuclear (PMN). Lekosit PMN merupakan mekanisme pertahanan utama dari pejamu (host/manuasia), dan mereka merespon terhadap adanya substansi kimiawi yang dikeluarkan trichomonas. T. vaginalis merusak sel epitel dengan cara kontak langsung dan dengan cara mengeluarkan substansi sitotoksik. T. vaginalis juga menempel pada protein plasma pejamu, sehingga mencegah pengenalan oleh mekanisme alternatif yang ada di pejamu dan proteinase pejamu terhadap masuknya .T vaginalis.
     Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, douching, stress dan hormon dapat mengubah lingkungan vagina dan memungkinkan organisme patogen tumbuh. Pada vaginosis bakterial, dipercayai bahwa beberapa kejadian yang provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroxide yang diproduksi L. acidophilus organisms. Hasil dari perubahan pH yang terjadi memungkinkan perkembangbiakan berbagai organisme yang biasanya ditekan pertumbuhannya seperti G. vaginalis, M. hominis dan Mobiluncus species. Organisme tersebut memproduksi berbagai produk metabolik seperti ‘amine’, yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan exfoliasi sel epitel vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada infeksi vaginosis bakterial.
     Dengan fisiologi yang sama, perubahan lingkungan vagina, seperti peningkatan produksi glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi oral, memperkuat penempelan C. albicans ke sel epitel vagina dan memfasilitasi pertumbuhan jamur. Perubahan-perubahan ini dapat mentransformasi kondisi kolonisasi organisme yang asimptomatik menjadi infeksi yang simptomatik. Pada pasien dengan trikomoniasis, perubahan tingkat estrogen dan progesterone, sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan tingkat glikogen, dapat memperkuat pertumbuhan dan virulensi T. vaginalis.

E.    Patogenesis
Mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel . Masa tunas rata- rata 4 hari - 3 minggu . Pada kasus yang lanjut terdapat bagian – bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan sub epitel yang menjalar sampai ke permukaan epitel. Didalam vagina dan uretra parasit hidup di sisa-sisa sel ,kuman-kuman,dan benda- benda lain yang terdapat dalam sekret.

F.    Manifestasi Klinis
1.      Pada Wanita
a.       Menyerang dinding vagina
b.      Sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorous), dan berbusa.
c.       Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai "strawberry appearance" dan disertai gejala dispareunia,
d.      perdarahan pascacoitus dan perdarahan intermenstrual serta nyeri abdomen bagian bawah
e.       Bila sekret banyak yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar genitalia eksterna.
f.       terjadi uretritis, Bartholinitis, skenitis, dan sistisis yang pada umumnya tanpa keluhan
g.      Gatal-gatal dan rasa panas pada vagina, vulva membengkak dan nyeri pada saat kencing.
h.      Disuria dengan pruritus
i.        Edema vulva
j.        Dispareunia dan nyeri
k.      Rasa sakit sewaktu berhubungan seksual


2.      Pada Laki-laki
a.       Menyerang uretra, kelenjar prostat, kadang-kadang preputium, vesikula seminalis, dan epididimis. Pada umumnya gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan wanita
b.      disuria, poliuria, dan sekret uretra mukoid atau mukopurulen.
c.       Urin biasanya jernih, tetapi kadang-kadang ada benang-benang halus.
d.      gatal pada uretra, dan urin keruh pada pagi hari

G.   Komplikasi
1.      Infeksi pelvis
2.      Pada kehamilan :
a.       lahir premature
b.      bayi berat lahir rendah
c.       selulitis posthysterectomy

H.   Pemeriksaan Laboratorium
Cara pengambilan specimen
Pada wanita dengan T. vaginalis, specimen berupa asupan forniks posterior dan anterior yang diambil dengan lidi kapas atau sengkelit steril. Hendaknya speculum yang dipakai jangan memakai pelumas. Bila parasit tidak ditemukan, maka dilakukan pengambilan specimen berupa sedimen dari 20 cc urin pertama pada pagi hari. Dasar pemeriksaan adalah menyingkirkan kemungkinan lain. Pada specimen tersebut dilakukan pemeriksaan:
1.      pH vagina
Menentukan pH vagina dengan mengambil apusan yang berisi sekret vagina pada kertas pH dengan range 3,5 –5,5. pH yang lebih dari 4,5 dapat disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan bacterial vaginosis.
2.      Apusan basah/Wet mount
Apusan basah dapat digunakan untuk identifikasi dari flagel, pergerakan dan bentuk teardrop dari protozoa dan untuk identifikasi sel. Tingkat sensitivitasnya 40–60 %, tingkat spesifiknya mendekati 100% jika dilakukan dengan segera.
3.      Pap Smear
Tingkat sensitivitasnya 40 – 60 %. Spesifikasinya mendekati 95–99%.

4.      Test Whiff
Tes ini digunakan untuk menunjukkan adanya amina-amina dengan menambahkan Potassium hidroksid ke sampel yang diambil dari vagina dan untuk mengetahui bau yang tidak sedap.
5.      Kultur
Dari penelitian Walner – Hanssen dkk, dari insiden Trikomoniasis dapat deteksi dengan kultur dan tidak dapat dideteksi dengan Pap Smear atau apusan basah.Kebanyakan dokter tidak mengadakan kultur dari sekresi vagina secara rutin.
6.      Direct Imunfluorescence assay
Cara ini lebih sensitive daripada apusan basah, tapi kurang sensitive dibanding kultur. Cara ini dilakukan untuk mendiagnosa secara cepat tapi memerlukan ahli yang terlatih dan mikroskop fluoresesensi.
7.      Polimerase Chain Reaction
Cara ini telah dibuktikan merupakan cara yang cepat mendeteksi Trichomonas vaginalis.

I.       Pengobatan
1)      Pengobatan
1.      Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik
a)      Secara topikal dapat berupa :
a.       Bahan cairan berupa irigasi,misalnya Hidrogen peroksida 1- 2 % dan larutan asam laktat 4%
b.      Bahan berupa supositoria,bubuk yang bersifat trikomonoasidal
c.       Jel dan krim yang berisi zat trikomonoasidal
b)      Secara sistemik (oral) :
Obat yang sering digunakan tergolong derivat nitromidazol seperti :
a.       Metronidazol : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg / hari selama 7 hari
b.      Nimorazol : dosis tunggal 2 gram
c.       Tinidazol : dosis tunggal 2 gram
d.      Omidazol : dosis tunggal 1,5 gram
2.      Pengobatan Mitra Seksual
Mitra seksual harus diobati sesuai dengan rejimen penderita. Dosis yang dianjurkan untuk mitra seksual pria adalah dosis multiple selama 7 hari. Efektifitas dosis tunggal belum banyak diteliti. Latief melaporkan 40% kegagalan pengobatan pada pria dengan dosis tunggal.
3.      Pengobatan Pada Kehamilan
Mengingat bahwa infeksi pada bayi dapat mengakibatkan secret vagina yang berlebihan, piuria dan irritability. Metronidazol kontra indikasi dalam kehamilan trimester I, sedangkan obat yang lain tidak ada yang manjur, oleh karena itu metronidazol diberikan pada trimester II atau ke III dengan dosis tunggal sebanyak 2 gram.
2)      Pada waktu pengobatan perlu beberapa anjuran pada penderita :
1.      Pemeriksaan dan pengobatan kepada pasangan seksual untuk mencegah jangan terjadi infeksi
2.      Jangan melakukan hubungan seksual selama pengobatan sebelum dinyatakan sembuh
3.      Hindari pemakaian barang – barang yang mudah menimbulkan transmisi.
4.      Infeksi Pada Neonatus
Bayi dengan trikomoniasis simtomatik atau dengan kolonisasi T. vaginalis melewati umur 4 bulan, harus diobati dengan metronidasol, 5 mg/kg oral, 3 x sehari selama 5 hari.
5.      Infeksi Oleh Galur Resisten
Dengan munculnya laporan-laporan mengenai galur T. vaginalis yang resisten terhadap metronidasol, maka dalam menghadapi kegagalan pengobatan selalu harus diperhatikan bahwa pengobatan konvensional sampai saat ini sangat jarang mengalami kegagalan. Berdasarkan hal tersebut, maka sebelum menyatakan galur penyebab tersebut resisten terhadap metronidasol, hendaknya disingkirkan dahulu
6.      Vaksinasi
Usaha mengadakan vaksinasi telah dilaksanakan dengan menggunakan vaksin Lactobacillus acidophilus, namun kegagalan vaksiasi telah dilaporkan. Telah dilaporkan pula bahwa ternyata tidak ada reaktivitas silang antara L. acidophilus dengan T. vaginalis.
3)      Factor-faktor yang dapat menimbulkan kegagalan pengobatan, yaitu :
1.      Konsentrasi metronidasol yang tidak mencukupi,
2.      Inaktivasi metronidasol oleh bakteri,
3.      Konsentrasi seng dalam serum yang rendah,
4.      Reinfeksi.
Pengobatan local tidak dianjurkan, karena jarang sekali diperlukan kecuali pada penderita yang tidak tahan terhadap pemberian obat oral atau telah terjadi kegagalan pada pengobatan oral. Infeksi dengan galur resisten kadang-kadang responsive dengan pengobatan local.

KONSEP KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.      Identitas Klien
2.      Keluhan Utama
- Nyeri
- Luka
- Perubahan fungsi seksual
3.      Riwayat Penyakit
- Sekarang Keluhan Klien menderita infeksi alat kelamin
- Dahulu: Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa, gangguan reproduksi
4.      Pemeriksaan fisik
a.       Pemeriksaan Bagian Luar
Inspeksi
1. Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
2. Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia dan eksoria
3. Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pemebengkakan ulkus, keluaran dan nodul
b.      Pemeriksaan Bagian Dalam
a)      Inspeksi
Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan warnanya
b)      Palpasi
1. Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula,
2. Serviks: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan nyeri tekan
3. Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas
4. Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan



B.   Diagnosa
1.      Nyeri b/d reaksi infeksi
a.       Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
a)      Mengenali faktor penyebab
b)      Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
c)      Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
d)     Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol
b.      Intervensi:
a)      Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
b)      Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
c)      Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
d)     Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
e)      Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan (ex.: temperatur ruangan, penyinaran, dll)
f)       Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik (ex.: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massage, TENS, hipnotis, terapi aktivitas)
g)      Berikan analgesik sesuai anjuran
h)      Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
i)        Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan.

2.      Cemas b/d penyakit
a.      Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
a)     Tidak ada tanda-tanda kecemasan
b)     Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
c)     Melaporkan pemenuhan kebutuhan tidur adekuat
d)    Menunjukkan fleksibilitas peran
b.      Intervensi:
a)     Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipneu, ekspresi cemas non verbal)
b)     Temani klien untuk mendukung kecemasan dan rasa takut
c)     Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
d)    Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
e)     Sediakan informasi aktual tentang diagnosa, penanganan, dan prognosis

3.      Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
a.       Kriteria hasil:
Memperhatikan bahwa nyeri ini ada mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri dapat mengidentifikasi dan menurunan sumber-sumber nyeri
b.      Intervensi:
a)      Berikan pengurang rasa nyeri yang optimal
b)      Meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
c)      Bicarakan mengenai ketakutan, marah dan rasa frustasi klien
d)     Berikan privasi selama prosedur tindakan

4.      Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual
a.       Kriteria hasil:
Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual. Melaporkan keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual
b.      Intervensi:
a)      Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual, masalah seksual
b)      Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual
c)      Berikan dorongan bertanya tentang seksual atau fungsi seksual

5.      Resiko terhadap infeksi b/d kontak dengan mikroorganisme
a.       Kriteria hasil:
Klien mampu memperlihatkan teknik cuci tangan yang benar, bebas dari proses infeksi nasokomial selama perawatan dan memperlihatkan pengetahuan tentang fakor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan pencegahan yang tepat.
b.      Intervensi:
a)      Teknik antiseptik untuk membersihan alat genetalia.
b)      Amati terhadap manefestasi kliniks infeksi.
c)      Infomasikan kepada klien dan keluarga mengenai penyebab, resiko-resiko pada kekuatan penularan dari infeksi.
d)     Terapi antimikroba sesuai order dokter.

6.      Risiko penularan b/d kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit penyakit
a.       Tujuan:
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada orang lain
b.      Intervensi:
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
a)      Bahaya penyakit menular
b)      Pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan
c)      Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada pasangan
d)     Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat menghindarinya.

7.      Harga diri rendah b/d penyakit
a.       Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan mengekspresikan pandangan positif untuk masa depan dan memulai kembali tingkatan fungsi sebelumnya dengan
b.      indikator:
a)      Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
b)      Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
c)      Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol dan mempengaruhi hasil
c.       Intervensi:
a)      Bantu individu dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan
b)      Dorong klien untuk membayangkan masa depan dan hasil positif dari kehidupan
c)      Perkuat kemampuan dan karakter positif (misal: hobi, keterampilan, penampilan, pekerjaan)
d)     Bantu klien menerima perasaan positif dan negative
e)      Bantu dalam mengidentifikasi tanggung jawab sendiri dan kontrol situasi

8.      Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
a.       Kriteria hasil:
Menunjukan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis, mampu menunjukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dari tindakan dan pasien ikut serta dalam program pengobatan.
b.      Intervensi:
a)      Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
b)      Berikan informasi mengenai terapi obat-obatan, interaksi, efek samping dan pentingnya pada program.
c)      Tinjau factor-faktor resiko individual dan bentuk penularan/tempat masuk infeksi
d)     Tinjau perlunya pribadi dan kebersihan lingkungan.

C.   Evaluasi
1.      Klien dapat mengontrol nyeri dengan baik
2.      Tingkat kecemasan klien dapat diatasi
3.      Tingkat kenyamanan klien kembali seperti sebelum sakit
4.      Pola seksualitas dapat berfungsi secara normal
5.      Tidak terjadi infeksi
6.      Klien mengerti tentang sifat menular dari penyakit sehingga tidak terjadi penularan
7.      klien dapat memandang penyakit dengan positif dan memulai aktifitas seperti biasa
8.      Klien mengerti mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar