Sabtu, 28 Februari 2015

ASKEP PADA MASALAH RAMBUT


1.      PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada warna, ukuran, serta susunan rambut. Selain itu, kaji jenis rambut apakah berminyak atau kering, kaji pola  pertumbuhan rambut, apakah pola cepat atau lambat, sedikit atau banyak  jumlah kerontokannya.

2.      DIAGNOSA
a.       Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kutu pada daerah kulit kepala.
b.      Resiko gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan kehilangan rambut(misal akibat kemoterapi).

3.      RENCANA
a.       Mencegah infeksi kepala dengan cara perawatan rambut seperti mencuci, menyisir, atau mencukur rambut.
b.      Meningkatkan konsep diri (body image) dengan cara memberikan motivasi terhadap kemampuan pertumbuhan rambut.

4.      TINDAKAN
Mencuci rambut/ keramas.
Tujuan :
1. Memberikan perasaan senang dan segar pada klien.
2. Rambut tetap bersih, rapi dan terpelihara.
3. Merangsang peredaran darah dibawah kulit kepala.
4. Membersihkan kutu dan ketombe.
            Dilakukan:
1. Jika rambut kotor.
2. Pada klien yang akan menjalani oprasi.
3. Secara rutin 5hari sekali, jia keadaan klien memungkinkan.
4. Setelah dipasang kap kutu.

5.      EVALUASI

Evaluasi secara umum menilai adanya kemampuan untuk mempertahankan kebersihan rambut yang ditandai dengan keadaan rambut (segar, tidak rontok), tidak ada tanda radang pada kulit kepala dan  pertumbuhannya baik

PROSES KEPERAWATAN DAN PERAWATAN RAMBUT


A.    PENGKAJIAN
1.      Pengkajian Fisik
Sebelum melakukan perawatan rambut, perawat mengkaji kondisi rambut dan kulit kepala. Rambut normal adalah bersih, bercahaya,dan tidak kusut , unuk kulit kepala harus bebas dari lesi. Rambut klien berkulit gelap biasanya lebih tebal, lebih kering, dan lebih keriting daripada rambut klien berkulit terang. Kehilangan rambut (alopesia) dapat disebabkan praktek perawatan yang tidak tepat atau penggunaan medikasi kemoterapi.
2.      Perubahan Perkembangan
Sepanjang hidup, perubahan dalam perkembangan, distribusi, dan kondisi rambut dapat memengaruhi hygiene yang dibutuhkan seseorang.
3.      Kemampuan Perawatan Diri
Perawat mengkaji kemampuan fisik klien untuk merawat rambut. Kondisi yang menyakitkan tangan, pegangan tanggan yang lemah, kelemahan, dan hambatan fisik (misalnya gips dan balutan) merupakan beberapa ondisi yang dapat merusak kemampuan klien dalam melakukan perawatan rambut.
4.      Praktik Perawatan Rambut
Cara untuk mengkaji praktik perawatan rambut seseorang adalah dengan mengobserpasi penampilan rambut. Rambut yang kotor, tidak bersinar, dan kusut mengidentifikasikan perawatan rambut yang tidak tepat. Dengan mengkaji perawatan rambut pilihan klien, perawat dapat mengatur pola rambut klien yang sama dengan bantuan klien untuk member tahu pola rambut klien. Perawat juga mengkaji tipe produk perawatan rambut klien gunakan dan kapan perawatan rambut biasanya dilakukan.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang paling sering didefinisikan perawat setelah melakukan pengkajian rambut dan kulit kepala berpusat pada rasa nyaman dan penampilan. Apabila terdapat lesi actual atau ketidaknormalan pada kulit kepala maka diagnosa keperawatan berfokus pada integritas kulit kepala.


Contoh diagnosa keparawatan NANDA untuk perawatan rambut dan kulit kepala :
1.      Defisit perawatan diri: berpakaian berias yang berhubungan dengan :
a.     Perubahan tingkat kesadaran
b.     Imobilisasi fisik atau kelemahan
2.      Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan :
a.     Laserasi kulit kepala
b.     Gigitan serangga
3.      Nyeri yang berhubungan dengan:
a.     Lesi kulit kepala
b.     Akumulasi secret di rambut
4.      Gangguan citra diri yang berhubungan dengan:
a.     Penampilan fisik yang tidak di sisir
5.      Risiko infeksi ynag berhubungan dengan:
a.     Laserasi kulit kepala
b.     Gigitan serangga

C.     PERENCANAAN
Praktik perawatan rambut yang baik harus dilakukan rutin untuk memenuhi kebutuhan hygiene klien. Perawat harus ingat bahwa klien tetap sadar akan penampilan mereka. Dengan demikian rencana yang efektif rencana yang efektif memperbolehkan klien untuk memulai dan berpartisipasi dalam tindakan apabila memungkinkan. Pemilihan factor yang tepat berhubungan mempengaruhi rencana asuhan keperawatan.
Tujuan klien yang membutuhkan perawatan rambut dan kulit kepala meliputi :
1.Klien akan memiliki kulit kepala dan rambut yang sehat.
2.Klien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri.
3.Klien akan berpartisipasi dalam praktik keperawatan.

D.    IMPLEMENTASI
1.      Penyikatan dan Penyisiran
Penyikatan membantu mempertahankan kebersihan rambut dan mendistribusi minyak secara merata sepanjang helai rambut. Penyisiran hanya membentuk rambut dan mencegah pengusutan. Klien yang mampu melakukan perawatan diri harus di motivasi untuk memelihara perawatan rambutnya sehari-hari. Namun untuk klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi, koordinasi yang kurang baik, dan yang bingung memerlukan bantuan perawat. Penyikatan dan penyisiran yang sering menjaga rambut panjang terlihat rapi.
2.      Bersampo
Frekuensi bersampo tergantung rutinitas pribadi sehari-hari dan kondisi rambut. Perawat harus mengingatkan klien yang hospitalisasi yang tinggal di tempat tidur, perspirasi berlebih, atau pengobatan yang meninggalkan darah atau larutan pada rambut memerlukan kegiatan bersampo lebih sering.
Jika klien mampu mandi shower atau mandi, biasanya rambut dapat dikeramas tanpa kesulitan.jika klien tidak mampu duduk tapi dapat bergeser, perawat perawat dapat memindahkan klien ke brankar untuk transportasi ke bak mandi atau shower yang dilengkapi semprotan yang dipegang. Jika klien tidak mampu untuk duduk dikursi atau berpindah ke brankar maka bersampo dilakukan pada klien dilakukan di tempat tidur.
3.      Pencukuran
Pencukuran rambut yang berada di bagian wajah dapat dilakukan setelah mandi atau bersampo. Klien yang mudah berdarah seperti yang menerima medikasi antikoagulan, dosis tinggi aspirin, atau obat anti peradangan nonsteroidal, dan gangguan peerdarahan diinstuksikan untuk menggunakan pisau cukur listrik yang sebelumnya sudah di periksi oleh perawat. Ketika pisau cukur digunakan, kulit harus diperhalus untuk mencegah tarikan, goresan, atau pemotongan.
4.      Perawatan Kumis dan Jenggot
Klien pria yang berkumis dan berjenggot memerlukan perawatan sehari-hari. Menjaga kebersihan daerah tersebut pening karena partikel makanan dengan mudah berkumpul di rambut. Jika klien tidak mampu merawat diri sendiri maka perawat harus memotong, menyisir, atau mencuci ketika diperlukan atau diminta oleh klien.


E.     EVALUASI
Evaluasi tindakan asuhan keperawatan untuk keperawatan rambut klien berdasarkanhasil yang diharapkan dan tujuan perawatan. Perawat menggunakan ukuran evaluativef, seperti meminta klien mendemonstrasikan praktik perawatan rambut atau merawat kembali kondisi rambut dan kulit kepala untuk menentukan keberhasilan intervensi perawatan.

Hipertensi


A.   Pengertian
1.     Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth, 896 ; 2002).
2.     Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur palingtidak pada tiga kesempatan yang berbeda. (Elizabeth J. Corwin, 484; 2009).
3.     Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan saitolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan sistolik ≥ 90 dan atau tekanan diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Taufan Nugroho, 2011).
4.     Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg, atau bila paien memakai obat antihipertensi. ( Arif Mansjoer, 2001).
5.     Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah tekanan darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga tergantung pada usia.

B.   Klasifikasi
Adapun klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas menurut Joint National Committee on Prevenion, Detectoion, Evaluation, and Treatment of High Blood pressure, dalam buku Brunner dan suddarth (896, 2002). Yaitu :
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah
KATEGORI
SISTOLIK
DIASTOLIK
Normal
Tinggi Normal Hipertensi
Stadium 1 (ringan)
Stadium 2 (Sedang)
Stadium 3 (berat)
Stadium 4 (sangat berat)
< 130
130 – 139
140 – 159
160 – 179
180 – 209
> 210
< 85
85 – 89
90 – 99
100 – 109
110 – 119
> 120
Sumber : Brunner dan suddarth (896, 2002).


C.   Anatomi Fisiologi
a.       Anatomi jantung
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang  terletak ditengah toraks dan ia menempati rongga antara paru dan diafragma yang beratnya sekitar 300 g. Daerah pertengahan dada antara kedua paru disebut sebagai mediastinum. Sebagaian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung yang terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut pericardium. Sisi kanan jantung dan kiri masing-masing tersusun atas dua kamar, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut septum. Karena posisi jantung agak memutar dalam rongga dada, maka ventrikel kanan terletak lebih ke anterior ( tepat di bawah sternum ) dan ventrikel kiri lebih ke posterior.
b.      Fisiologi Jantung
Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme. Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion bergerak menembus membran sel. Pada keadaan istirahat otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi dan pada saat siklus jantung bermula saat dilepaskannya implus listrik disebut fase depolarisasi. Adapun repolarisasi terjadi saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.Prinsip penting yang menentukan arah aliran darah adalah aliran cairan dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Perubahan tekanan yang terjadi dalam kamar jantung selama siklus jantung di mulai dengan diastolic saat ventrikel berelaksasi. Selama diastolik, katup atrioventrikularis terbuka dan darah yang kembali dari vena mengalir ke atrium dan kemudian ke ventrikel. Pada titik ini ventrikel itu sendiri mulai berkontraksi ( sistolik ) sebagai respon propagasi implus listrik yang dimulai di nodus SA beberapa milidetik sebelumnya. Selama sistolik tekanan di dalam ventrikel dengan cepat meningkat, mendorong katup AV untuk menutup. Pada saat berakhirnya sistolik, otot ventrikel berelaksasi dan tekanan dalam kamar menurun dengan cepat. Secara bersamaan, begitu tekanan di dalam ventrikel menurun drastissampai di bawah tekanan atrium, nodus AV akan membuka, ventrikel mulai terisi dan urutan kejadian berulang kembali.( Brunner & ,  2002 ; 720 – 724 ).




D.   Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin, (2009 ; 485), antara lain :
a.       Kecepatan denyut jantung
b.      Volume sekuncup
c.       Asupan tinggi garam
d.      Vasokontriksi arterio dan arteri kecil/penyakit pembuluh darah
e.       Stres berkepanjangan/ Lingkungan yang penuh stress
f.       Genetik
g.      Penyakit ginjal
h.      Kelainan hormon
i.        Keturunan

Sedangkan menurut Jan Tambayong (2000) etiologi dari hipertensi adalah sebagai berikut :
a.         Usia
       Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
b.        Kelamin
       Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada uia pertengahan dan lebih tua, insidens pada waktu mulai meningkat, sehingga pada usia diatas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.
c.         Ras
       Hipertensi pada yang berkulit hitampaling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mmortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih.
d.        Pola hidup
       Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor  pola hidup lain telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan  yang penus stes agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi
e.         Diabetes melitus
       Hubungan antara diabetes melitus dan hipertensi kurang jelas, namun secara statistik nyata ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri koroner.

f.         Hipertensi sekunder
       Seperti dijelaskan sebelumnya, hipertensi dapat terjadi akibat yang tidak diketahui. Bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.

E.    Insiden
Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada pria, Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi ; lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. (Brunner & suddarth, 2001 ; 897).

F.    Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat pasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis  ke ganglia simpatis  di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis  ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat  mempengaruhi respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat  bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah seebagai rangsang respons emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kkortisol dan steroid lainnya, yang dapat mempekuat respon vasokonsriktor pembiluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi striktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldesteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner & Suddarth, 898; 2001). 

G.   Manisfestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487), antara lain :
a.       Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
b.      Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c.       Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat.
d.      Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e.       Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Sedangkan menurut Marllyn Doengoes (2000). Tanda dari hipertensi adalah kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing, sakit kepala, tekanan darah meningkat.

H.   Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009), antara lain :
a.       Stroke
b.      Infark miokard
c.       Gagal ginjal
d.      Ensefalopati (kerusakan otak)
e.       Kejang

Sedangkan menurut Sjaifoellah (2002) komplikasi pada hipertensi adalah angina pectoris, infark miokard, hipertropi ventrikel kiri menyebabkan kegagalan jantung kongestif dan kerusakan ginjal permanen menyebabkan kegagalan ginjal.






I.       Test dignostik
Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487), antara lain :
a.       Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum adanya gejala penyakit.
b.      Dijumpai proteinuria pada wanita preklamsia.

Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2009), Pemeriksaan khusus pada penderita hipertensi antara lain :
a.       Tujuan semua pemeriksaan khusus adalah untuk menemukan penyebab, derajat dan adanya kerusakan pada ”end organ”.
b.      Kimia darah meliputi tes untuk fungsi ginjal dan elektrolit serum.
c.       Rontgen toraks.
d.      EKG
e.       Urinalisasi
f.       Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk koarktasio aorta atau kelainan vaskuler ginjal.
g.      Aktivitas renin plasma dan ekskresi aldosteron untuk aldosteronisme.
h.      ”Rapid-sequnce intravenous pyelogram”, arteriogram arteri renalis, aktivitas renin vena renalis dan biopsi ginjal untuk penyakit ginjal.
i.        Pemeriksaan terhadap asam vanillymandelic dan katekolamin pada urin untuk mencari adanya feokromosotioma.
j.        17-hidroksikortikosteroid dalam urin untuk sindrom Cushing.
k.      Tes fungsi tiroid untuk penyakit.

J.      Penatalaksanaan medik
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau; latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila  pada penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria perokok) atau bila tekanan darah  diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan siastoliknya diatas 130 sampai diatas 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan. (Brunner and Suddarth, 2002).

K.   Pencegahan
1.      Memeriksakan tekanan darah secara teratur (sebulan sekali)
2.      Menghindari kegemukan (menghindari makanan berlemak)
3.      Menghindari merokok
4.      Menghindari stress
5.      Mengatur keseimbangan antara kerja, istirahat dan rekreasi
6.      Olah raga secara teratur

L.    Perawatan
1.      Minum obat sesuai aturan
2.      Mengurangi/berpantang garam dan makanan berlemak
3.      Hidup tenang dan teratur
4.      Olah raga secara teratur

M. Akibat Hipertensi bila tidak diatasi
1.      Penebalan pembuluh darah
2.      Penyakit jantung
3.      Penyakit ginjal
4.      Gangguan penglihatan
5.      Stroke

N.   Cara memodifikasi lingkungan yang sesuai untuk penderita Hipertensi
1.      Menciptakan lingkungan yang tenang dan teratur
2.      Bila anggota keluarga sudah mengalami pandangana kabur, ciptakan lingkungan yang rumah yang aman :
a.       Pencahayaan cukup
b.      Lantai tidak licin
c.       Pegangan untuk berjalan
d.      Rumah tertata dengan baik