A.
Pengertian
1.
Kanker
leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik,
yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah
memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh
tubuh penderita.
2.
Kanker Serviks atau yang di sebut dengan kanker mulut rahim merupakan salah satu
penyakit yang sangat di takuti kaum wanita. Menurut catatan WHO , setiap tahun
ribuan wanita meninggal akibat penyakit kanker serviks ini
3.
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu daerah
pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya
antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina).
4.
Kanker
serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah
skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vaginadan mukosa kanalis
servikalis.
5.
Kanker
leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari
kanker leher rahim berasal dari sel skuamosayang melapisi serviks dan 10%
sisanya berasal dari sel kelenjarpenghasil lendir pada saluran servikal yang
menuju kerahim.
B.
Gejala
a.
Pada stadium awal tidak
menunjukkan gejala yang khas, bahkan bisa tanpa gejala.
b.
Pada stadium lanjut,
gejala kanker serviks, antara lain: perdarahan post coitus, keputihan abnormal,
perdarahan sesudah mati haid (menopause) serta keluar cairan
abnormal (kekuning-kuningan, berbau dan bercampur darah).
1.
Pendarahan
abnormal pada vagina
Ini
adalah gejala yang paling umum. Perempuan harus menyadari menstruasi mereka,
pendarahan setelah hubungan seksual, bercak di antara periode menstruasi. Sebuah
perdarahan vagina yang abnormal dan tiba-tiba tanpa alasan. Kondisi ini anda
harus segera periksa kesehatan ke klinik terdekat agar mengobati kanker rahim
tidak terlambat lagi.
2.
Nyeri
panggul
Nyeri
panggul tidak berhubungan dengan kondisi lain, menstruasi, atau aktivitas fisik
bisa menjadi gejala kanker serviks
3.
Keputihan
Ketika Anda mengamati bahwa Anda memiliki keputihan yang tidak biasa dan sering, mungkin menjadi salah satu gejala kanker. Ini merupakan gejala umum yang berkaitan dengan kondisi perempuan.
Ketika Anda mengamati bahwa Anda memiliki keputihan yang tidak biasa dan sering, mungkin menjadi salah satu gejala kanker. Ini merupakan gejala umum yang berkaitan dengan kondisi perempuan.
4.
Peningkatan
frekuensi kencing
Bila
Anda sering buang air kecil, terutama jika Anda tidak hamil maka mungkin ada
kemungkinan bahwa Anda memiliki kanker serviks.
5.
Kesulitan
dalam buang air kecil
Ketika
ada rasa sakit atau kesulitan saat buang air kecil, saatnya anda pergi kedokter
dan check up. Ini mungkin juga merupakan gejala ISK (Infeksi Saluran Kemih)
tetapi untuk memastikan, mencari info dari dokter untuk segera ditangani.
6.
Nyeri
selama hubungan seksual
Bila
Anda merasa sakit yang tidak diinginkan selama hubungan seksual, Anda mungkin
menderita kanker serviks.
7.
Gangguan
Pencernaan
Ketika
Anda mengalami sembelit kronis dan merasa benjolan bahkan rasa sakit saat anda
buang air besar
8.
Kehilangan
nafsu makan
Penurunan
mendadak nafsu makan juga dapat menjadi tanda kanker serviks.
9.
Kelelahan
Bahkan ketika Anda beristirahat tapi Anda masih merasa stres dan merasa lelah sepanjang waktu, kemungkinan ini tanda dari kanker serviks
Bahkan ketika Anda beristirahat tapi Anda masih merasa stres dan merasa lelah sepanjang waktu, kemungkinan ini tanda dari kanker serviks
C.
Faktor Resiko
1.
Faktor Alamiah
Faktor alamiah adalah faktor-faktor yang secara alami terjadi pada
seseorang dan memang kita tidak berdaya untuk mencegahnya. Yang termasuk dalam
faktor alamiah pencetus kanker serviks adalah usia diatas 40 tahun. Semakin tua
seorang wanita maka makin tinggi risikonya terkena kanker serviks. Tetapi hal
ini tidak hanya sekedar orang yang sudah berumur saja, yang berusia muda pun
bisa terkena kanker serviks. Tentu kita tidak bisa mencegah terjadinya proses
penuaan. Akan tetapi kita bisa melakukan upaya-upaya lainnya untuk mencegah
meningkatnya risiko kanker serviks. Tidak seperti kanker pada umumnya, faktor
genetik tidak terlalu berperan dalam terjadinya kanker serviks. Ini tidak
berarti Anda yang memiliki keluarga bebas kanker serviks dapat merasa aman dari
ancaman kanker serviks. Anda dianjurkan tetap melindungi diri Anda terhadap
kanker serviks.
2.
Faktor Kebersihan
a.
Keputihan yang
dibiarkan terus menerus tanpa diobati.
Ada 2 macam keputihan, yaitu yang
normal dan yang tidak normal. Keputihan normal bila lendir berwarna bening,
tidak berbau, dan tidak gatal. Bila salah satu saja dari ketiga syarat tersebut
tidak terpenuhi berarti keputihan tersebut dikatakan tidak normal. Segeralah
berkonsultasi dengan dokter Anda bila Anda mengalami keputihan yang tidak
normal.
b.
Membasuh kemaluan
dengan air yang tidak bersih, misalnya di toilet-toilet umum yang tidak
terawat. Air yang tidak bersih banyak dihuni oleh kuman-kuman.
3. Faktor Pilihan
Faktor ketiga adalah
faktor pilihan, mencakup hal-hal yang bisa Anda tentukan sendiri, diantaranya
berhubungan seksual pertama kali di usia terlalu muda. Berganti-ganti partner
seks. Lebih dari satu partner seks akan meningkatkan risiko penularan penyakit
kelamin, termasuk virus HPV. Memiliki banyak anak (lebih dari 5 orang). Saat
dilahirkan, janin akan melewati serviks dan menimbulkan trauma pada serviks.
Bila Anda memutuskan untuk memiliki banyak anak, makin sering pula terjadi
trauma pada serviks. Pap Smear merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat
mengenali kelainan pada serviks. Dengan rutin melakukan papsmear, kelainan pada
serviks akan semakin cepat diketahui sehingga memberikan hasil pengobatan
semakin baik. Dokter yang tepat dalam melakukan pap smear adalah Dokter
kandungan, tetapi beberapa Laboratorium Klinikpun dapat melakukannya.
D.
Pencegahan
1. Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning
dan pemberian vaksinasi.. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55
tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan
enam.
2. tidak berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti
3. rajin melakukan pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif
secara seksual
4. dan melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum pernah melakukan kontak
secara seksual
5. dan tentunya memelihara kesehatan tubuh
E.
Pengobatan
1. Operasi Pengangkatan
Operasi
pengangkatan rahim dan uterus (kandungan) dikenal dengan istilah histerektomi
yaitu dengan melakukan pengangkatan rahim penderita yang dilakukan pada bagian
rahim vagina dan jaringan parametrium, kemudian dilakukan pembersihan
bilaterial kelenjar getah bening pada panggul.
Ada 4 jenis
tingkatan histerektomi:
1.
Histerektomi
parsial (subtotal). Operasi pengangkatan yang dilakukan hanya pada rahim.
Dengan operasi ini penderita kemungkinan menderita kanker rahim masih besar
oleh karena itu disarankan melakukan pemeriksaan rutin.
2.
Histerektomi
total. Operasi pengangkatan rahim dan mulut rahim. Pada operasi ini tidak
melakukan pengangkatan tuba falopi dan ovarium.
3.
Histerektomi
total dan salpingo-ooforektomi bilateral. Operasi pengangkatan rahim, serviks,
tuba falopi dan ovarium.
4.
Histerektomi
radikal. Operasi pengangkatan rahim, kelenjar getah bening, serviks, bagian
atas vagina dan jaringan dalam panggul diangkat. Operasi pengangkatan
(histerektomi) dapat melalui perut dan alat kewanitaan (vagina). Histerektomi
melalui vagina cenderung lebih beresiko kecil dan cepat pulih . Cara pengobatan
melalui histerektomi sering dilakukan karena memiliki keunggulan yaitu
membersihkan lesi kanker dan pengobatan yang lebih cepat. Akan tetapi, tidak
menutup kemungkinan akan mengalami gangguan pada buang air kecil dan
pengangkatan yang luas.
2. Radioterapi
Radioterapi
adalah cara paling sering dilakukan untuk pengobatan kanker serviks.
Radioterapi juga sangat cocok untuk segala kanker serviks di awal dan lanjut
stadium. Radioterapi sendiri adalah penggunaan radiasai pengion yang diberikan
pada penderita kankers dengan mematikan sel kanker sesuai dosis pada volume
tumor. Radiasi akan merusak sel kanker dan menghambat pembelahan sel. Pemberian
radiasi pada penderita kanker serviks disesuaikan dengan ukuran, luas, tipe dan
stadium tumor. Meskipun dianggap sebagai pengobatan kanker serviks yang sangat
baik akan tetapi memiliki efek samping pada perubahan tubuh yaitu kulit,
rambut. Gangguan yang mungkin terjadi adalah infeksi kandung kemih. Radioterapi
dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan tingkatan stadium kanker serviks :
a.
Radioterapi
seluruh panggul (whole pelvis)
b.
Radioterapi
karsinoma serviks uteri pasca wertheim
c.
Radioterapi
brachiterapi
3. Radiopartikel
Teknologi pengobatan
yang ditujukan menghambat perkembangan sel kanker dan tidak menggangu kegiatan
sehari-hari. Radioterapi menggunakan biji partikel seluas 1,7 cm yang kemudian
akan memancarkan sinar gamma dan tidak menghancurkan sel-sel tubuh lain.
Pengobatan ini diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kegagalan.
4. Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat untuk
membunuh sel kanker. Obat kemoterapi dapat digunakan terpisah atau dikombinasi
dengan satu sama lain. Biasanya disuntikkan ke pembuluh darah, dan mereka akan
menyebar di seluruh tubuh Anda untuk membunuh pertumbuhan sel, termasuk sel-sel
kanker.
Obat kemoterapi tertentu dapat
menyebabkan infertilitas dan menopause dini pada wanita premenopause.
b. Pengobatan kanker serviks tahap pra kanker - stadium 1A adalah dengan:
histerektomi (operasi pengangkatan rahim). Bila pasien masih ingin memiliki
anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.
c. Pengobatan kanker serviks stadium IB dan IIA tergantung ukuran tumornya.
Bila ukuran tumor tidak melebih 4cm, disarankan radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa kemo.
Bila ukuran tumor lebih dari 4cm, pasien disarankan menjalani radioterapi dan
kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin dilanjutkan
dengan histerektomi.
d. Selain pengobatan medis, pasien juga dapat melakukan terapi komplementer
dengan herbal kanker
F.
Penyebab
1.
kanker
serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus).
Virus ini memiliki lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya
tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Jenis virus HPV yang
menyebabkan kanker serviks dan paling fatal.Akibatnya adalah virus HPV tipe 16
dan 18.
2.
selain
disebabkan oleh virus HPV, sel-sel abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh
akibat paparan radiasi atau pencemaran bahan kimia
yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama.
G.
Patofisiologi
Karsinoma
serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah
menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau
lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui
beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu
dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi
kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali
tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan
tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen
memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan
menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen
yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui
perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi
preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3-35%. Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang)
mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia
menjadi karsinoma
insitu (KIS) berkisar antara 1–7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma
insitu menjadi invasif adalah 3–20 tahun (TIM FKUI, 1992).
Proses
perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia
yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada
aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan
hormon. Dalam jangka waktu 7–10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke
forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke
rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan
serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain
mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki,
menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga
terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998).
Berbagai
jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan pendukung
siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6,
dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler,
infeksi HPV pada fase laten bersifat epigenetic. Pada infeksi fase laten,
terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi terutama terutama
L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru
tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks.
Di
samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan
terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan
E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari ± 50.000 virion per
sel dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu
untuk kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000).
Ekspresi
E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein
E6 dan E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV,
protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi
p53 wild type sebagai negative control cell cycle dan guardian of genom
mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks
p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type adalah labil dan
hanya bertahan 20-30 menit. Apabila
terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa kontrol
oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis
molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan
terapi kanker serviks (Kaufman et al, 2000).
Dengan
demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain, terjadi
penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53 dapat
dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker serviks. Bila
pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening
pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna
dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar
getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran
terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan
supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).
H.
Pemeriksaan
Diagnostik
Stadium
klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada
keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan
berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi,
inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi,
proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan
tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan
sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat
dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi,
arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai
saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi
penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan sebagai berikut (Suharto, 2007) :
1.
Pemeriksaan
pap smear
Pemeriksaan
ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang tidak
memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari
porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun
atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali
hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun.
Pap smear dapat
mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya
yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun
menurunsampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila
selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka
pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun
sekali.
Hasil pemeriksaan pap smearadalah sebagai berikut
(Prayetni,1999):
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum
bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum
bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan
serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan
serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).
2.
Pemeriksaan
DNA HPV
Pemeriksaan
ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s smear untuk wanita
dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s
smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN
3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita
dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV
menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan
ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun
atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif
secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga,
deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap sebagai
HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih
tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3.
Biopsi
Biopsi
dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada
serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas
atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy
yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan
anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks.
Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan
memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja
(Prayetni,1997).
4.
Kolposkopi
(pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi
dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini
kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan
dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal (Prayetni, 1997).
5.
Tes
Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan
yodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel
serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada
glikogen ( Prayetni, 1997).
6.
Radiologi
a.
Pelvik
limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik
atau peroartik limfe.
b.
Pemeriksaan
intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat
menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
c.
Pemeriksaan
radiologi, direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang
meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen/pelvis digunakan untuk
menilai penyebaran lokal dari tumor dan /atau terkenanya nodus limpa regional
(Gale & charette, 1999).
I.
Penularan
Penularan virus HPV
bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan dengan
berganti-ganti pasangan. Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara
transmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke genital, maupun
secara manual ke genital.
Karenanya,
penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh
mencegah penularan virus HPV. Sebab, tak hanya menular melalui cairan, virus
ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit. Henah lo, mangkanya jangan jajan
yaa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar