Jumat, 27 Februari 2015

KANKER SERVIKS


A.   Pengertian
1.      Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita.
2.      Kanker Serviks atau yang di sebut dengan kanker mulut rahim merupakan salah satu penyakit yang sangat di takuti kaum wanita. Menurut catatan WHO , setiap tahun ribuan wanita meninggal akibat penyakit kanker serviks ini
3.      Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina).
4.      Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vaginadan mukosa kanalis servikalis.
5.      Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosayang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjarpenghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kerahim.

B.   Gejala
a.       Pada stadium awal tidak menunjukkan gejala yang khas, bahkan bisa tanpa gejala.
b.      Pada stadium lanjut, gejala kanker serviks, antara lain: perdarahan post coitus, keputihan abnormal, perdarahan sesudah mati haid (menopause) serta keluar cairan abnormal (kekuning-kuningan, berbau dan bercampur darah).
1.      Pendarahan abnormal pada vagina
Ini adalah gejala yang paling umum. Perempuan harus menyadari menstruasi mereka, pendarahan setelah hubungan seksual, bercak di antara periode menstruasi. Sebuah perdarahan vagina yang abnormal dan tiba-tiba tanpa alasan. Kondisi ini anda harus segera periksa kesehatan ke klinik terdekat agar mengobati kanker rahim tidak terlambat lagi.


2.      Nyeri panggul
Nyeri panggul tidak berhubungan dengan kondisi lain, menstruasi, atau aktivitas fisik bisa menjadi gejala kanker serviks
3.      Keputihan
Ketika Anda mengamati bahwa Anda memiliki keputihan yang tidak biasa dan sering, mungkin menjadi salah satu gejala kanker. Ini merupakan gejala umum yang berkaitan dengan kondisi perempuan.
4.      Peningkatan frekuensi kencing
Bila Anda sering buang air kecil, terutama jika Anda tidak hamil maka mungkin ada kemungkinan bahwa Anda memiliki kanker serviks.
5.      Kesulitan dalam buang air kecil
Ketika ada rasa sakit atau kesulitan saat buang air kecil, saatnya anda pergi kedokter dan check up. Ini mungkin juga merupakan gejala ISK (Infeksi Saluran Kemih) tetapi untuk memastikan, mencari info dari dokter untuk segera ditangani.
6.      Nyeri selama hubungan seksual
Bila Anda merasa sakit yang tidak diinginkan selama hubungan seksual, Anda mungkin menderita kanker serviks.
7.      Gangguan Pencernaan
Ketika Anda mengalami sembelit kronis dan merasa benjolan bahkan rasa sakit saat anda buang air besar
8.      Kehilangan nafsu makan
Penurunan mendadak nafsu makan juga dapat menjadi tanda kanker serviks.
9.      Kelelahan
Bahkan ketika Anda beristirahat tapi Anda masih merasa stres dan merasa lelah sepanjang waktu, kemungkinan ini tanda dari kanker serviks

C.   Faktor Resiko
1.     Faktor Alamiah
   Faktor alamiah adalah faktor-faktor yang secara alami terjadi pada seseorang dan memang kita tidak berdaya untuk mencegahnya. Yang termasuk dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks adalah usia diatas 40 tahun. Semakin tua seorang wanita maka makin tinggi risikonya terkena kanker serviks. Tetapi hal ini tidak hanya sekedar orang yang sudah berumur saja, yang berusia muda pun bisa terkena kanker serviks. Tentu kita tidak bisa mencegah terjadinya proses penuaan. Akan tetapi kita bisa melakukan upaya-upaya lainnya untuk mencegah meningkatnya risiko kanker serviks. Tidak seperti kanker pada umumnya, faktor genetik tidak terlalu berperan dalam terjadinya kanker serviks. Ini tidak berarti Anda yang memiliki keluarga bebas kanker serviks dapat merasa aman dari ancaman kanker serviks. Anda dianjurkan tetap melindungi diri Anda terhadap kanker serviks.
2.     Faktor Kebersihan
a.     Keputihan yang dibiarkan terus menerus tanpa diobati.
Ada 2 macam keputihan,  yaitu yang normal dan yang tidak normal. Keputihan normal bila lendir berwarna bening, tidak berbau, dan tidak gatal. Bila salah satu saja dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi berarti keputihan tersebut dikatakan tidak normal. Segeralah berkonsultasi dengan dokter Anda bila Anda mengalami keputihan yang tidak normal.
b.     Membasuh kemaluan dengan air yang tidak bersih, misalnya di toilet-toilet umum yang tidak terawat. Air yang tidak bersih banyak dihuni oleh kuman-kuman.
3.      Faktor Pilihan
   Faktor ketiga adalah faktor pilihan, mencakup hal-hal yang bisa Anda tentukan sendiri, diantaranya berhubungan seksual pertama kali di usia terlalu muda. Berganti-ganti partner seks. Lebih dari satu partner seks akan meningkatkan risiko penularan penyakit kelamin, termasuk virus HPV. Memiliki banyak anak (lebih dari 5 orang). Saat dilahirkan, janin akan melewati serviks dan menimbulkan trauma pada serviks. Bila Anda memutuskan untuk memiliki banyak anak, makin sering pula terjadi trauma pada serviks. Pap Smear merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat mengenali kelainan pada serviks. Dengan rutin melakukan papsmear, kelainan pada serviks akan semakin cepat diketahui sehingga memberikan hasil pengobatan semakin baik. Dokter yang tepat dalam melakukan pap smear adalah Dokter kandungan, tetapi beberapa Laboratorium Klinikpun dapat melakukannya.

D.   Pencegahan
1.      Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi.. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam.
2.      tidak berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti
3.      rajin melakukan pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual
4.      dan melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum pernah melakukan kontak secara seksual
5.      dan tentunya memelihara kesehatan tubuh

E.    Pengobatan
a.       Standar pengobatan kanker serviks meliputi terapi:
1.      Operasi Pengangkatan
Operasi pengangkatan rahim dan uterus (kandungan) dikenal dengan istilah histerektomi yaitu dengan melakukan pengangkatan rahim penderita yang dilakukan pada bagian rahim vagina dan jaringan parametrium, kemudian dilakukan pembersihan bilaterial kelenjar getah bening pada panggul.
Ada 4 jenis tingkatan histerektomi:
1.      Histerektomi parsial (subtotal). Operasi pengangkatan yang dilakukan hanya pada rahim. Dengan operasi ini penderita kemungkinan menderita kanker rahim masih besar oleh karena itu disarankan melakukan pemeriksaan rutin.
2.      Histerektomi total. Operasi pengangkatan rahim dan mulut rahim. Pada operasi ini tidak melakukan pengangkatan tuba falopi dan ovarium.
3.      Histerektomi total dan salpingo-ooforektomi bilateral. Operasi pengangkatan rahim, serviks, tuba falopi dan ovarium.
4.      Histerektomi radikal. Operasi pengangkatan rahim, kelenjar getah bening, serviks, bagian atas vagina dan jaringan dalam panggul diangkat. Operasi pengangkatan (histerektomi) dapat melalui perut dan alat kewanitaan (vagina). Histerektomi melalui vagina cenderung lebih beresiko kecil dan cepat pulih . Cara pengobatan melalui histerektomi sering dilakukan  karena memiliki keunggulan yaitu membersihkan lesi kanker dan pengobatan yang lebih cepat. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan akan mengalami gangguan pada buang air kecil dan pengangkatan yang luas.
2.      Radioterapi
Radioterapi adalah cara paling sering dilakukan untuk pengobatan kanker serviks. Radioterapi juga sangat cocok untuk segala kanker serviks di awal dan lanjut stadium. Radioterapi sendiri adalah penggunaan radiasai pengion yang diberikan pada penderita kankers dengan mematikan sel kanker sesuai dosis pada volume tumor. Radiasi akan merusak sel kanker dan menghambat pembelahan sel. Pemberian radiasi pada penderita kanker serviks disesuaikan dengan ukuran, luas, tipe dan stadium tumor. Meskipun dianggap sebagai pengobatan kanker serviks yang sangat baik akan tetapi memiliki efek samping pada perubahan tubuh yaitu kulit, rambut. Gangguan yang mungkin terjadi adalah infeksi kandung kemih. Radioterapi dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan tingkatan stadium kanker serviks :
a.       Radioterapi seluruh panggul (whole pelvis)
b.      Radioterapi karsinoma serviks uteri pasca wertheim
c.       Radioterapi brachiterapi
3.      Radiopartikel
Teknologi pengobatan yang ditujukan menghambat perkembangan sel kanker dan tidak menggangu kegiatan sehari-hari. Radioterapi menggunakan biji partikel seluas 1,7 cm yang kemudian akan memancarkan sinar gamma dan tidak menghancurkan sel-sel tubuh lain. Pengobatan ini diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kegagalan.
4.      Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat untuk membunuh sel kanker. Obat kemoterapi dapat digunakan terpisah atau dikombinasi dengan satu sama lain. Biasanya disuntikkan ke pembuluh darah, dan mereka akan menyebar di seluruh tubuh Anda untuk membunuh pertumbuhan sel, termasuk sel-sel kanker.
Obat kemoterapi tertentu dapat menyebabkan infertilitas dan menopause dini pada wanita premenopause.
b.      Pengobatan kanker serviks tahap pra kanker - stadium 1A adalah dengan: histerektomi (operasi pengangkatan rahim). Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.
c.       Pengobatan kanker serviks stadium IB dan IIA tergantung ukuran tumornya.
Bila ukuran tumor tidak melebih 4cm, disarankan radikal  histerektomi  ataupun  radioterapi dengan/tanpa kemo. Bila ukuran tumor lebih dari 4cm, pasien disarankan menjalani radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin dilanjutkan dengan histerektomi.
d.      Selain pengobatan medis, pasien juga dapat melakukan terapi komplementer dengan herbal kanker
F.    Penyebab
1.      kanker serviks disebabkan oleh virus HPV (Human Papilloma Virus). Virus ini memiliki lebih dari 100 tipe, di mana sebagian besar di antaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Jenis virus HPV yang menyebabkan kanker serviks dan paling fatal.Akibatnya adalah virus HPV tipe 16 dan 18.
2.      selain disebabkan oleh virus HPV, sel-sel abnormal pada leher rahim juga bisa tumbuh akibat paparan radiasi atau pencemaran bahan kimia yang terjadi dalam jangka waktu cukup lama.

G.   Patofisiologi
          Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan
menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3-35%.  Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma
insitu (KIS) berkisar antara 1–7 tahun,  sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3–20 tahun (TIM FKUI, 1992).
          Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7–10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998).
          Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat epigenetic. Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks.
          Di samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari ± 50.000 virion per sel dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000).
          Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.  Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi kanker serviks (Kaufman et al, 2000).
          Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).

H.   Pemeriksaan Diagnostik
          Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (Suharto, 2007) :
1.      Pemeriksaan pap smear
   Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun.
   Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurunsampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali.
Hasil pemeriksaan pap smearadalah sebagai berikut (Prayetni,1999):
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke             organ tubuh lainnya).
2.      Pemeriksaan DNA HPV
   Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3.      Biopsi
   Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau  kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja (Prayetni,1997).
4.      Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
   Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal (Prayetni, 1997).
5.      Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).

6.      Radiologi
a.    Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe.
b.   Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
c.    Pemeriksaan radiologi, direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen/pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan /atau terkenanya nodus limpa regional (Gale & charette, 1999).

I.       Penularan
          Penularan virus HPV bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital.
          Karenanya, penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab, tak hanya menular melalui cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit. Henah lo, mangkanya jangan jajan yaa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar