Selasa, 27 Oktober 2015

Karya Puisiku 152



Sesal tak berujung mengobati
Resah hati tanpa ada kata maaf
Menjelma menjadi batu karang yang keras
Coba pecahkan segala cara

Keegoisan melunturkan hal baik
Bening dibola mata merah
Dengan tatapan sinis
Penuh luka dan derita

Menahan sikap dunia yang mulai gila
Tanpa basa-basi mencabut nafas
Meronta dikeramaian yang sunyi
Awali tuk menyambut kegelapan

Entah apa yang terjadi
Semua persetan dikesetiap harinya
Merasa hina sijantung hati
Dengan rencana yang telah retak

Karya Puisiku 151



Belum terpikirkan
Bagaimana bahagiakan anak kecil
Memegangnya saja masih terucap kata Ribet
Apalagi memilikinya?
Jauh dari pandanganku

Entah apa yang dipikirkan mereka
Yang terlihat sumringah saat menimangnya
Mungkinkah karena kedewasaan belum ku miliki seutuhnya?
Sampai aku berpikiran seperti itu

Membahagiakan diri sendiri saja belum puas
Mana bisa menyenangkan orang lain?
Aku tau ini memang takan selamanya dimiliki
Tapi setidaknya masih banyak jalan panjang
Yang harus ditempuh
Dan memiliki peluang yang cukup banyak


Karya Puisiku 150



Tatapan kelam penuh pesona
Ribuan kode tergambar jelas dibola matanya
Ingin merajuk tertahan satu jari

Lengkung senyum tipis terlalu kuno
Dengan kedipan lamban
Sembari mendengus aroma jiwa

Aneka warna berterbangan dilangit-langit
Sesekali menggerutu tanpa arti
Dan cekikikan hina itupun tercipta

Mendongak pada sudut lancip
Terus berjalan bersama asap keindahan
Hingga nyaris berteriak kematian

Kenikmatan apalagi yang dicari?
setelah semuanya raib
Dan meninggalkan bekas
Dipergelangan tangan sipencipta dosa

Karya Puisiku 149



Hisap dosa yang berlumur nanah
Mati dikeheningan alam raya
Menggaris tanah dengan kayu tipis
Nafas ini semakin menghilang

Haru biru si noda hitam
Melekat kuat pada batang otak
Mengikuti arah sesatnya lantai merah
Dengan melenggok penuh kehangatan

Wajah tanpa dosa itu
Berdiri menantang menatap langit
Tak ada tawa tak ada tangis
Hanya menatap kosong

Disanalah awal titik jenuh
Yang sangat membosankan
Mengakhiri tanpa panutan yang jelas
Pergi menjauh dan menghilang
Berharap dapatkan bahagia yang selamanya

Karya Puisiku 148



Seperti terpenjara didalam jeruji besi
Menunggu waktu untuk bisa lolos
Entah apa yang dipikirkan setelahnya
Akankah terwujud khayalannya
Ataukah sebaliknya yang hanya berteman sepi?

Terlalu sering kulihat deretan angka
Di dinding kusam
Menanti hari yang diharapkan bahagia
Tanpa ada wajah masam yang terpasang

Ceria dalam satu hari adalah anugrah
Berkumpul dan bersahabat dengan pribumi
Semua tertawa lepas tanpa beban
Lupa akan dosa lampau yang telah diperbuat

Berhenti!
Kini aku masih tersiksa dipenjara batin
Belum terlepas dari rantai neraka
Kumohon waktu cepat berlalu
Tuk lepaskan kesakitan ini