Jumat, 04 September 2015

Karya Puisiku 135



Undangan  sebuah kilat
Membuka mata
Menjernihkan kembali rusuk yang sudah kusam

Gebrakan ini dimulai
Bangkit melawan kepenatan
Lempar masa lalu
Dan berjalan disatu garis
Tanpa melihat arah lain

Tiga titik jenuh
Dirasa mengganggu kehidupan
Bakar semangat kematian
Dan tertawa penuh kebebasan

Abaikan jiwa yang sirik
Tutup telinga fokuskan pikiran
Jika mereka terus mengaung
Ludahi dan lempar batu
Tajamkan sorot mata
Biarkan mereka lelah
Dengan wajah penuh kebencian
Inilah cahayanya hitam

Karya Puisiku 134



Sudah kulihat balasan dari sebuah keemosian
Amarah yang meluap-luap saat itu
Sindiran dalam bentuk diam
Membuatku meratapi kejadian lalu

Ku akui memang salah
Belum membuka pintu gerbang saja
Kearoganan didahulukan
Tanpa mendengar seseorang diseberang sana
Yang telah menyeberangi sungai

Satu kata “bodoh”
Mewakili keseluruhan jiwa
Telah kurasakan asam manis asin pahit hidup
Namun berpikir positif jalan terakhir
Agar tak injak lubang yang sama
Jadikan sebuah pengalaman berharga

Karya Puisiku 133



Suaranya lirih
Memikat jiwa sepi
Hampa tak berpenghuni
Menjauh dan menyingkir

Pesona diam
Tergelincir dikubangan lumpur panas
Namun tak kehilangan amunisi
Tetap mengikuti alur

Dendam maksimal
Teriakan retorsi kehidupan
Sudah jatuh kini bangkit
Tak ada lawan
Mencari kawan

Mental baja
Sembunyikan gelisah
Gagah didepan wajah lemah
Dan lempar meriam untuk membunuh anjing tanah

Karya Puisiku 132



Suara lembut yang terburu-buru
Membuatku haru akan tangisan
Segelintir bulir air
Jatuh membasahi wajah penuh dosa

Kuucap satu kalimat singkat
Kau jawab ribuan kata penuh makna
Aku merasa bersalah
Memang aku yang bersalah

Tak sepantasnya aku berkata
Jika pada akhirnya
Derita yang ku alami
Maafkan khilafku..

Teriakan penyesalan yang menggebu-gebu
Merobohkan tihang kemegahan
Rapuh bak abunya asap
Diterpa angin kecilpun hilang seketika

Entah langkah mana yang ku ambil
Saat sayap tak mampu terbang lagi
Tak sanggup mengantarkan ke angkasa
Awan hitam temani dalam kerisauan belaka

Karya Puisiku 131



Siapa yang salah
Saat anak adam berdebat dengan hawa
Hanya problema sepele
Namun tak terselesaikan

Berhenti diucapan sengit
Semerbak bau kasturi menyengat syaraf
Rapuh jiwa ini
Tapi harus terlihat tegar

Terkadang rasa bingung itu menghampiri
Harus dengan cara apalagi
Kuluapkan emosi yang sudah memuncak
Tanpa ada pertengkaran
Yang mampu membunuh hati

Sayatan pisau tak setajam kata
Entah apa yang dipikirkan
Yang mampu meruntuhkan
Jiwa kokoh terencana