Sabtu, 28 November 2015

Karya Puisiku 179


Tangan-tangan panas menjulur kebumi
Merangkul manusia pecinta dosa
Jeritan jemari mulai meronta
Dengan luapan api yang membara

Luka sayatan telah membusuk
Aroma tidak sedap mulai tercium
Antara panas dan perih menyatu
Menggeliat tuk mengurangi sakit

Kesakitan ini menjalar keseluruh tubuh
Jiwa yang hampa terhasut asap hitam
Semua iblis berkumpul mengaminkan
Dan bersorak penuh kebejatan

Lambaian tangan abnormal
Terayun dipinggir kaki hingga menyentuh tanah
Dengan punggung yang bongkok
Tersedu sedan mengalirkan air mata kekecewaan

Ingat hari kemewahan yang kini telah hilang
Seakan melupakan derita didepan mata
Kunci rapat pada peti yang terbungkus besi
Atau hapuskan memori yang pernah tersimpan

Karya Puisiku 178


Rindu Mama..
Jikalau dekat kadang berantem
Tapi ketika dipisahkan oleh jarak
Rasa rindu ingin bertemu itu hadir
Bayangan kisah lalu pun mengingatkan kembali

Rindu Mama..
Kecup lembut pipi kanan dan kirinya
Cium telapak tangan ketika akan berpergian
Salam hangat meski tak beritahu kemana kan pergi
Kadang pula berdusta untuk keluar rumah

Rindu Mama..
Nada tingginya ketika marah
Mengomel dengan kalimat satir
Pergi untuk mengurung diri dengan alunan musik keras
Teriak-teriak dalam ruangan yang terkunci

Rindu Mama..
Masakan ala kadarnya
Sedap tak sedap akan habis juga
Kecuali untuk diberikan pada orang lain
Segala penyedap rasa ditumpahkan agar telihat mewah

Rindu Mama..
Meski tubuh ini sudah berkata letih
Tapi masih rela memberikan tenaga untuk kesehatannya
Agar ia selalu tampil bugar dikesetiap harinya

Rindu Mama..
Yang tak pernah bosan
Menyalakan televisi disubuh hari dengan volume keras
Agar terbangun dan bergegas membasuh muka

Rindu Mama..
Selalu sabar dengan tingkah-tingkah yang menjengkelkan
Sampai perilaku yang tak pantaspun
Ia sanggup tegar menghadapinya

Rindu Mama..
Menyiapkan bekal makanan dan sarapan pagi dimeja makan
Dan meninggalkan beberapa lembar uang sebelum berangkat sekolah
Kadangpula menghabiskan sisa makanan yang tak dihabiskan

Rindu Mama..
Bersandar dilengan atau pahanya bahkan pernah diperutnya
Sampai suara-suara didalamnya terdengar nyaring ditelinga
Memeluknya dengan erat mengabaikan kecanggungan

Rindu Mama..
Tidur satu ranjang satu selimut
Saling menggaruk ketika gatal
Meski kadang tidak terasa

Rindu Mama..
Menganjarkan cara memasak yang baik dan benar
Dengan terkadang ditemani rasa malas
Tapi terasa keahliannya temurun sampai sekarang

Rindu Mama..
Bercerita dengan rasa waswas dan canggung
Takut terbesit luka dihati dan pikirannya
Malu ketika air mata tak sengaja tumpah didepannya
Saking tak mampu lagi menahan beratnya kehidupan yang dijalani

Rindu Mama..
Tatapan kosongnya membuat khawatir
Apa yang sedang dipikirkannya?
Memeluknya tanpa tujuan
Dengan kehangatan yang seadanya

Rindu Mama..
Yang selalu terlihat tampil kuat dicerahnya mentari
Dan terlentang dimalam hari
Raut wajah lelahnya membangunkan naluri

Rindu Mama..
Kali ini cerita itu tak bisa dirasakan lagi
Terpisahkan oleh jarak dan ruang
Waktu yang kadang tak pernah berpihak

Rindu Mama..
Apakah semua ini akan terulang lagi?
Ataukah akan bergiliran?
Mungkin sekarang waktunya diri ini untuk memanjakanmu MAMA.

Karya Puisiku 177


Merindukan hal yang telah pergi
Menjauh dari pandangan
Sempat pikiran ini terkosongkan
Duduk termenung bernostalgia sendirian

Andai waktu mampu diputar kebelakang
Mungkin raga ini tak ingin lepaskan
Sesuatu hal yang sudah lama tak ditemukan
Jeritan hati ini menginginkan kembali

Tangis rendah memohon ampun
Tak selayaknya berpikiran gila
Maafkan tingkah konyol anak adam ini
Namun hati memang tak bisa dibohongi

Kata yang terungkap
Tak bisa diterjemahkan dari sisi manapun
Hanya logika batin mampu memecahkan
Teka-teki tak beranalogi ini

Karya Puisiku 176

Mencari perhatian dengan cara yang picik?
Tak akan berlangsung lama bung
Hanya sementara yang akan berujung kecewa
Tak percaya? Buktikan!

Bertujuan mematahkanku?
Selamat telah berhasil
Namun aku telah terlebih dahulu tau

Berwajah polos dengan ribuan kelicikan
Salut dengan strategi pembunuhanmu
Geranat yang dilemparkan
Takan membuat diri ini berlari dan nyaliku menciut

Bukan aku tak punya otak jahat
Tapi jikalau untuk membalas keburukan itu
Sama saja aku terhasut kegilaan yang telah dibuat

Aku hanya diam dan melihat
Sejauh mana tindakan bodohmu tuk hancurkan semua
Dan apalagi rencana kejimu?

Masih belum musnah juga orang semacam itu dizaman keserakahan ini
Mengambil hati dengan jutaan strategi konyol
Tak berlogika hanya untuk kepuasan sesaat
Dasar manusia berotak iblis